JAKARTA – Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) terus mendukung dilakukannya riset soal sawit. Tak hanya itu, Badan Layanan Umum (BLU) di bawah Kementerian Keuangan (Kemenkeu) ini juga mendorong agar riset tersebut aplikatif.
“Hingga kini, banyak kegiatan penelitian dan pengembangan telah didanai oleh BPDPKS,” kata Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) Eddy Abdurrachman dalam Indonesia Palm Oil Research and Innovation Conference and Expo (IPORICE) di Jakarta, Selasa (13/8/2024) lalu.
Eddy menuturkan, program penelitian dan pengembangan sawit merupakan salah satu upaya penting untuk melakukan penguatan, pengembangan, dan peningkatan pemberdayaan dari sektor hulu hingga hilir sawit.
Baca Juga: BPDPKS Buka Pendaftaran Proposal Grant Riset Sawit 2024
Kegiatan riset, menurut dia, adalah fondasi yang kuat dari industri sawit dan sangat dibutuhkan sebagai ujung tombak kemajuan industri berbasis komoditas unggulan strategis nasional. Oleh karena itu, diperlukan alokasi dana riset yang mencukupi agar aktivitas ini dapat dilakukan dan dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk mendukung pengembangan perkebunan dan industri sawit yang berkelanjutan.
“Riset yang didukung oleh dana perkebunan kelapa sawit diharapkan memberikan manfaat langsung kepada masyarakat, baik dari pekebun maupun industri kelapa sawit nasional,” tambahnya.
Sejak berdirinya BPDPKS pada 2015, lembaga ini telah menyeluruhkan dukungan dana riset melalui program Grand Research Sawit (GRS). BPDPKS telah menjalin kerja sama dengan 88 lembaga penelitian dan pengembangan, termasuk peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Baca Juga: Dirut BPDPKS: Sebanyak 30 Hasil Riset Sawit Siap Dikomersialisasi
Eddy menjelaskan, kemajuan riset dan pengembangan di Indonesia sangat memerlukan dukungan sistem yang baik agar riset dapat melewati batas-batas konvensional. Salah satu dukungan penting adalah dengan melakukan riset pasar untuk mendapatkan umpan balik dari pengguna dan calon pengguna.
Hingga saat ini BPDPKS telah mendukung lebih dari 300 penelitian. Apabila terdapat setidaknya 10% saja yang berpotensi untuk dapat sampai pada tahap komersil maka akan ada 30 inovasi hasil riset unggulan yang manfaatnya akan dapat dirasakan selanjutnya oleh industri sawit nasional.
“Hal ini akan sangat berdampak signifikan bagi kemajuan industri sawit mulai dari peningkatan produktivitas, peningkatan diversifikasi, dan peningkatan nilai tambah,” kata Eddy.
Eddy menjelaskan dalam upaya mengomersialkan hasil riset yang telah didanai BPDPKS, pihaknya bekerja sama dengan Asosiasi Inventor Indonesia (AII). Kerja sama ini bertujuan untuk melakukan evaluasi dan menjembatani industri atau calon investor agar dapat memahami lebih dalam mengenai hasil riset para peneliti.
Dengan demikian, diharapkan proses komersialisasi dapat terwujud. “Saat ini telah terdapat 15 inventor yang telah menandatangani kesepakatan letter of intent (LoI) dengan calon investornya,” kata dia.
Eddy menekankan perlunya sinergi antara pemerintah sebagai lembaga penelitian dana riset dan regulator produk riset, industri, serta lembaga penelitian atau perguruan tinggi untuk mendorong hilirisasi dan komersialisasi produk riset.
“Untuk itu, dibutuhkan lembaga yang dapat mengolaborasikan dan menyinergikan kegiatan riset untuk mempercepat komersialisasi hasil riset. Riset dan inovasi nasional adalah salah satu lembaga yang dapat berperan aktif dalam hal ini,” kata Eddy.
Sejak 2015, BPDPKS telah bekerjasama dengan lembaga-lembaga penelitian yang saat ini bergabung dalam BRIN. Pada 2024, BPDPKS mendukung lebih dari 20 penelitian yang dilaksanakan oleh peneliti di BRIN. Salah satu contoh riset adalah pengembangan rubber foam sole berbasis abu boiler sawit untuk industri sepatu.
“Keterlibatan organisasi riset di BRIN mencakup penelitian teknologi serta non-teknologi, seperti ekonomi dan kesejahteraan,” jelas Eddy.
BPDPKS juga mendukung riset terkait strategi posisi kelapa sawit Indonesia di kancah global, khususnya dalam menghadapi kebijakan EUDR (European Union Deforestation Regulation). “Kami memerlukan kajian komprehensif untuk meningkatkan daya saing kelapa sawit Indonesia,” katanya.
Kepala Divisi Direktorat Penyaluran Dana BPDPKS Arfie Thahar menambahkan diperlukan sinergi antara pemerintah baik sebagai lembaga pendanaan riset maupun sebagai regulator produk hasil riset, industri atau perusahaan swasta dan lembaga penelitian/perguruan tinggi untuk mendorong hilirisasi sehingga produk hasil riset dapat segera dikomersialisasikan.
“Diperlukan lembaga yang berfungsi untuk mengolaborasikan dan menyinergikan hilirisasi dan mempercepat komersialisasi,” kata Arfie.
Baca Juga: BPDPKS Buka Program Grant Riset Sawit untuk 7 Bidang Penelitian
Ketua Umum AII Didiek Hadjar Goenadi mengatakan kerja sama antara BPDPKS dengan AII yang sedang berlangsung saat ini (Maret 2024-Februari 2025) adalah kerja sama tahap tiga untuk melakukan valuasi dan komersialisasi teknologi 88 hasil riset GRS 2021-2023.
Dari hasil proses seleksi awal terhadap 88 invensi Tim Ahli Internal AII diperoleh 41 invensi yang layak setelah dikurangi dengan hasil riset non-teknologi, duplikasi penomoran, dan hasil riset yang sudah divaluasi dalam periode sebelumnya. Dari total 41 invensi terseleksi tersebut, Tim Ahli Internal AII melakukan proses valuasi lebih lanjut dan menyimpulkan bahwa hanya 24 invensi saja yang layak divaluasi lebih lanjut.
Pendalaman terhadap 24 invensi tersebut telah dilakukan dengan melakukan diskusi bersama 24 Inventor untuk memaparkan hasil risetnya kepada Tim Ahli Internal AII dan diperoleh 16 invensi yang lolos dengan kesiapan teknologinya, keekonomian yang cukup tinggi dan siap komersialisasi. “Di mana 8 invensi lainnya, dinyatakan belum siap komersialisasi, 16 invensi tersebut dapat dilihat,” tuturnya. (SDR)