JAKARTA – PT Riset Perkebunan Nusantara (RPN) menyebutkan teknologi microsatellite diperlukan sebagai sarana monitoring yang efektif dan efisien untuk mewujudkan tata kelola sawit berkelanjutan.
Menurut Direktur RPN Iman Yani Harahap, kelapa sawit merupakan komoditas perkebunan unggulan di Indonesia dengan areal perkebunan yang cukup luas sehingga memerlukan sarana monitoring yang efektif dan efisien untuk mengetahui data luasan. Apalagi, beberapa instansi masih memiliki keberagaman.
“Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah dalam menyajikan data luasan maupun produksi kelapa sawit yang akurat, namun dalam teknisnya kebijakan tersebut masih menghadapi kendala,” katanya seperti dikutip Antara di Jakarta, Rabu (27/3/2024).
Salah satunya, tambahnya, disebabkan masing-masing institusi yang terlibat dalam pengumpulan data kelapa sawit memiliki metode pengumpulan dan hasil data yang berbeda-beda.
“Pemanfaatan teknologi Microsatellite untuk monitoring dan akuisisi data pertanian khususnya kelapa sawit sangat mungkin untuk diterapkan.”
Menurut dia, sebetulnya monitoring areal yang cukup luas dapat dilakukan dengan memanfaatkan teknologi satelit, salah satunya teknologi microsatellite. Teknologi ini berpotensi untuk diaplikasikan mengingat waktu dan biaya pembuatannya yang relatif lebih murah.
Kemampuan microsatellite untuk memotret (revisit ability) setiap hari dengan sensor multispectral, lanjutnya, menjadi sarana yang potensial dan nilai positif untuk mengcover seluruh areal perkebunan kelapa sawit Indonesia yang berada di daerah tropis dengan tutupan awan sepanjang tahun.
PT RPN, menurut Imam Yani, telah mengembangkan berbagai advance technology di bidang kelapa sawit. Salah satunya teknologi penginderaan jauh dalam pengelolaan perkebunan kelapa sawit.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa data yang diperoleh dari citra satelit dapat dimanfaatkan untuk palm counting, monitoring hama dan penyakit tanaman, serta kadar hara daun tanaman.
Penggunaan lidar memungkinkan untuk dimanfaatkan dalam mengukur tinggi tanaman kelapa sawit. Penggunaan tinggi tanaman dapat dimanfaatkan untuk pengklasifikasian kelas umur tanaman.
“Pemanfaatan teknologi Microsatellite untuk monitoring dan akuisisi data pertanian khususnya kelapa sawit sangat mungkin untuk diterapkan,” katanya dalam Focus Group Discussion, Microsatellite Sharing Network, “Potensi Aplikasi Teknologi Microsatellite pada Komoditas Strategis Nasional untuk Mewujudkan Tata Kelola yang Berkelanjutan ” di Bogor, Selasa (26/3/2024).
Dia mengharapkan melalui FGD Microsatellite ini diharapkan seluruh pihak dapat berkoordinasi serta menyamakan persepsi dalam penggunaan teknologi microsatellite untuk memajukan pertanian khususnya di komoditi kelapa sawit, serta dapat mendukung kebijakan satu data dan satu peta yang dicanangkan oleh pemerintah Indonesia.
Direktur Tanaman Kelapa Sawit dan Aneka Palma Ditjen Perkebunan Kementerian Pertanian (Kementan) Ardi Praptono menambahkan, saat ini Ditjen Perkebunan membutuhkan sumber data terpercaya untuk monitoring perkebunan khususnya kelapa sawit sebagai komoditas strategis nasional.
“Sumber data terpercaya ini akan menjadi kebutuhan kita masa depan untuk menyelesaikan permasalahan yang ada, khususnya terkait masalah legalitas lahan,” katanya. Akurasi data juga diperlukan dalam mendukung kebijakan perkebunan sebagai strategi peningkatan produksi dan produktivitas sawit.
Menurut Ardi, kebutuhan dan ketersediaan data spasial dalam perbaikan tata kelola sawit diantaranya untuk data tutupan (land cover) yang berguna untuk pemantauan umur tanaman/mutasi, program peremajaan tanaman, pengusahaan (PBS, PBN, PR) serta status kawasan (KH, APL).
Kemudian data spasial by name by address yang terdisi dari data; perkebunan korporasi (PBS dan PBN)-SIPERIBUN dan perkebunan rakyat- eSTDB & SiCantik. Selanjutnya untuk monitoring usaha yang meliputi; pemantauan hot spot– pemantauan kebakaran lahan, pemantauan pertumbuhan tanaman, pemantauan penyakit/defisiensi.
Saat ini pihaknya masih terkendala dalam ketersediaan data mengenai; tutupan, citra yang tersedia biasanya citra tahun sebelumnya, metode interpretasi data citra, keterbatasan SDM kompeten dan koordinasi lintas institusi.
“Untuk mengatasinya kami melakukan koordinasi lintas institusi, kerjasama updating data tutupan dan peningkatan kapasitas SDM,” katanya. (ANG)