PANGKALAN BUN – Cuaca sangat terik. Iring-iringan dua bus dan beberapa mobil berpacu membelah hamparan kebun sawit di Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan Barat, Kamis (30/10/2025).
Ada beberapa lokasi yang menjadi tujuan media trip di rangkaian acara Talk to The CEO yang diselenggarakan PT Astra Agro Lestari (Astra Agro) ini. Satu di antaranya yakni mengunjungi kawasan konservasi yang dikelola PT Agro Menara Rachmat (AMR), salah satu anak usaha Astra Agro.
Setelah beberapa puluh kilometer menyusuri kebun sawit, laju kendaraan mulai melambat. Ada yang berbeda di luar sana. Jika tadinya di kanan kiri terlihat jejeran pohon sawit, kini berubah menjadi lebatnya pepohonan hutan tropis.
Baca Juga: Astra Agro Bangun 10 Methan Capture hingga 2030
“Abang, Mas, Mbak… Kita turun di sini ya. Kita akan lihat area konservasi,” ujar Vazzareyno Galih, Communication Analys PT Astra Agro Lestari yang menjadi ketua rombongan di bus 1.
Di luar sana tampak beberapa petugas siap menyambut kami. Bagas Qurhanto, Asisten Konservasi AMR mengatakan kawasan konservasi ini luasnya 537 hektare (ha). Sementara itu, kebun sawit milik AMR sendiri seluas 7.448 ha. “Di sini semuanya (hewan maupun tumbuhan) dibiarkan tumbuh alami,” katanya.
Hutan hijau itu, kata Qurhanto, bukan hanya sekadar bentang alam yang tersisa dari pembukaan lahan, melainkan jantung konservasi yang dijaga dan dipelihara sebagai tempat berbagai flora dan fauna tetap hidup dan bertumbuh dalam keseimbangan.
Baca Juga: Digitalisasi Astra Agro Jadi Kunci Ketelusuran Sawit
Menjaga kawasan yang luasnya lebih dari 7% luas kebun ini bukanlah sekadar formalitas. “Kami tidak hanya menjaga, tapi juga mempelajari, meneliti, apa saja yang terkandung di dalamnya,” ujar Bagas.
Kawasan hijau ini terletak di Kecamatan Arut Selatan, mencakup tiga desa, yaitu Desa Runtu, Umpang, dan Sungai Bengkuang. Bagi AMR, area konservasi ini adalah manifestasi komitmen, bukan sekadar pemenuhan regulasi. Karena itulah area tersebut tidak sekadar dibiarkan tak diganggu, melainkan dijaga, sekaligus diteliti.
Untuk memahami dinamika ekosistem di dalamnya, tim konservasi AMR memasang camera trap di sejumlah titik yang diperkirakan banyak dilalui aneka satwa. Kamera ini menggunakan sensor gerak untuk mengambil secara otomatis foto atau video saat ada hewan melintas.
Baca Juga: Melihat Operasional Kebun Sawit Modern di Kalteng
Hasilnya tak sekadar foto-foto menarik, tapi sekaligus data ilmiah tentang keanekaragaman satwa yang hidup di sana. Mulai dari burung enggang, elang dan berbagai jenis burung kecil, beruang madu, ular, bekantan, hingga berbagai jenis primata yang masih aktif melintas di bawah kanopi pohon-pohon besar, termasuk tarsius si primata noktural mini.
“Foto-foto ini semuanya hasil jepretan camera trap yang kami pasang. Kami dilarang ngambil foto dari Google. Ini menandakan bahwa satwa endemik ini masih ada di tempat ini,” ujar Bagas sembari menunjukkan foto-foto yang dipajang berjejer di lintasan jembatan kayu.
Chief Agronomi & Sustainability Officer Astra Agro Lestari, Bandung Sahari, menuturkan hewan-hewan tersebut bebas berkeliaran di kawasan konservasi, dan kalau lagi beruntung dapat dilihat. “Kawanan bekantan misalnya, kalau pagi atau sore, dengan mudah dijumpai, bahkan di mulut area konservasi. Sayang kita datang siang hari sehingga kita tak bisa melihat bekantan. Biasanya kalau pagi atau sore hari mereka bermain air di situ,” ujar Bandung.
Baca Juga: Astra Agro Perkuat Produktivitas Sawit Lewat Riset Terpadu
Bekantan memang gemar bermain dekat sumber air. Sedangkan area konservasi tersebut merupakan riparian zone alias terletak di tepi aliran air alami. “Jadi sebagian besar flora maupun fauna yang ada di Taman Nasional Tanjung Puting juga ada di tempat ini,” ujar Bandung.
Selain fauna, pengamatan juga dilakukan terhadap jenis-jenis tumbuhan endemik dan kondisi penutup tanah. Diperoleh kesimpulan bahwa hutan konservasi ini memiliki keanekaragaman struktur dan komposisi tanaman yang unik dan langka, seperti meranti rawa Shorea balangeran, Eusideroxylon zwagery, Ubar myrtaceae, dan sebagainya.
Dari hasil identifikasi, area ini menyimpan 136 spesies flora dan 229 spesies fauna. Di area konservasi ini terdapat 136 tanaman, 26 hewan mamalia, 140 jenis burung, 30 reptil dan 33 jenis hewan amphibi seperti katak.
“Data ini menjadi dasar bagi perusahaan dalam merancang strategi konservasi berkelanjutan yang berbasis ilmiah,” kata Bandung.
Program konservasi di AMR merupakan bagian dari jaringan “Koridor Hijau Astra Agro”, sebagai upaya sistematis untuk menjaga konektivitas ekologis antar-kawasan di seluruh grup Astra Agro Lestari.
Melalui pendekatan lanskap, Astra Agro mengelola lebih dari 26.000 hektare kawasan konservasi, meliputi wilayah Kalimantan, Sulawesi, dan Sumatera. Setiap areal konservasi dihubungkan secara fungsional dengan koridor satwa, area riparian, dan sempadan sungai yang dipulihkan.
Selain melindungi flora-fauna endemik, koridor ini juga berfungsi sebagai “jalan hijau” bagi spesies kunci seperti rangkong, bekantan, beruang madu, hingga kucing hutan — yang semuanya menjadi indikator keseimbangan ekosistem. Dengan kata lain, koridor hijau ini bukan hanya soal pohon yang ditanam, tetapi lebih pada tentang menghubungkan kehidupan di antara blok-blok produksi.
Yang menarik, hutan konservasi ini kini juga menjadi “laboratorium alam” bagi mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi. Mereka datang untuk meneliti satwa, vegetasi, hingga dampak ekologis pengelolaan perkebunan terhadap kawasan konservasi. Hasilnya diramu dalam bentuk skripsi, yang mengantarkan mereka meraih gelar sarjana.
Upaya merawat area konservasi ini menunjukkan bahwa perkebunan kelapa sawit tidak selalu identik dengan hilangnya hutan. Dengan perencanaan yang matang dan komitmen terhadap keberlanjutan, keduanya bisa berjalan berdampingan.
PT Agro Menara Rachmat turut membuktikan bahwa konservasi tak harus berarti mengisolasi alam dari manusia, tetapi bagaimana manusia ikut menjadi bagian dari penjaga keseimbangannya. (SDR)

