JAKARTA – Pemupukan dengan pupuk kimia merupakan salah satu komponen biaya yang cukup besar dalam budi daya tanaman sawit. Tujuannya tentu saja untuk meningkatkan produksi. Tapi, yang perlu dipahami adalah tidak semua pupuk yang diberikan akan diserap oleh tanaman, karena sebagian besar akan hilang akibat tercuci, runoff, dan menguap.
Selain itu, penggunaan pupuk kimia secara berlebihan akan berdampak buruk pada tanah dan kelestarian lingkungan. Makanya, kelapa sawit yang mampu memanfaatkan hara secara efisien, selain menghemat biaya pemupukan juga menjaga kesehatan tanah. Nitrogen dan kalium sebagai dua hara utama selalu menjadi isu besar dalam pemupukan kelapa sawit.
Upaya menemukan tanaman sawit yang hemat hara sudah dilakukan oleh Sri Wening dan Tim Peneliti dari Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS), PT Riset Perkebunan Nusantara dan Fakultas Biologi UGM Yogyakarta. Hasil penelitian yang didukung BPDPKS ini dituangkan dalam buku Grant Riset Sawit 2023 berjudul Safira: Sawit Efisien Hara.
Riset ini dilakukan melalui pengamatan vegetatif pada bibit sebelum diberikan perlakuan dosis pupuk dan setelah perlakuan dosis pupuk. Hasilnya ada perbedaan yang nyata antar populasi di mana tinggi tanaman populasi 1 lebih rendah daripada populasi lainnya. Tapi, setelah diberi perlakuan dosis pupuk, populasi 2 dan 6 memiliki karakter vegetatif tertinggi dalam hal jumlah daun, tinggi tanaman dan diameter batang.
Kesimpulan sementara digambarkan sebagai berikut. Setelah diberi pupuk, analisis serapan hara pada akar menunjukkan interaksi jenis pupuk, dosis pupuk, dan populasi memberikan pengaruh perbedaan nyata pada masing-masing rerata serapan hara N dan K.
Kombinasi pemupukan dengan dosis kalium 75% pada populasi 6 menunjukkan serapan hara tertinggi untuk hara N dan K pada akar. Analisis serapan hara pada tajuk menunjukkan interaksi jenis pupuk, dosis pupuk dan populasi juga memberikan pengaruh perbedaan pada serapan hara. Pemupukan dengan dosis kalium 75% pada populasi 6 menunjukkan serapan N, K, Ca dan Mg tertinggi pada tajuk.
Selain itu dilakukan optimasi analisis metabolomik menggunakan sampel jaringan yang dikeringkan dengan oven pada suhu 40oC selama 14 hari, dengan pelarut ekstraksi 80% methanol. Optimasi ini menghasilkan chromatogram yang baik. Identifikasi pada kandungan senyawa metabolisme daun dan akar menunjukkan perbedaan kandungan senyawa pada tajuk dan akar di mana terdapat 34 senyawa metabolit yang terekspresi di akar dan 24 senyawa metabolit pada daun.
Validasi senyawa yang telah teridentifikasi dilakukan untuk menekan potensi kesalahan identifikasi saat analisis yang sebenarnya. Pada analisis ini digunakan sampel dengan jumlah dan ulangan yang memenuhi kaidah statistik. Optimasi protokol RT-qPCR menunjukkan ekstraksi RNA pada sampel bibit menghasilkan RNA yang memiliki kuantitas dan kualitas yang cukup untuk síntesis cDNA dan analisis qPCR.
Sedangkan pada analisis transkriptomik dilakukan desain primer EgActin yang digunakan sebagai gen referensi serta primer-primer yang mengamplifikasi gen-gen terkait toleransi terhadap cekaman hara. Primer-primer tersebut telah dapat digunakan untuk analisis qPCR. Dengan demikian, pemukukan dengan dosis kalium 75% menunjukkan serapan K, N, Ca dan Mg tertinggi. (NYT)