JAKARTA – Pemerintah sedang merancang Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) tentang Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) hilir sawit. Permenperin ini dibuat sebagai respons terhadap Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 44 Tahun 2020 tentang Sistem Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (ISPO) yang saat ini sedang direvisi pemerintah. Melalui Permenperin ini akan mewajibkan pelabelan ISPO terhadap produk hilir sawit berkelanjutan yang beredar di pasar.
Ketua Tim Penerapan dan Percepatan ISPO (TP2 ISPO) sekaligus Ketua Tim Penyusun Permenperin ISPO Rismansyah Danasaputra mengatakan bahwa aturan ini merupakan jawaban dari kekhawatiran dampak european deforestation regulation (UEDR) yang menghantui industri sawit nasional beberapa waktu terakhir.
Menurutnya, Permenperin ini menjadi bukti bahwa revisi aturan mengenai sawit berkelanjutan ini tidak sekedar untuk memudahkan, namun juga memberikan kepastian hukum dan perlindungan lingkungan yang harus ditaati oleh para pekebun sawit di Indonesia.
Sementara itu Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyusun peta jalan untuk mewujudkan pengembangan industri hilir kelapa sawit melalui Sawit Indonesia Emas 2045 dengan menerapkan tiga tahapan.
Direktur Industri Hasil Hutan dan Perkebunan Kemenperin Setia Diarta mengatakan pembagian tahapan tersebut menggunakan skema Milestone 1, 2 dan 3 yang masing-masing memiliki interval target fokus selama 10 tahun.
“Kami bagi dalam tiga tahapan, nantinya 2025 sampai 2034 di Milestone 1, Milestone 2 nantinya 2035 sampai 2044, dan seterusnya, dan masing-masing Milestone ini akan kami fokuskan pada beberapa hal,” kata Setia Diarta dalam sebuah diskusi di Jakarta, belum lama ini.
Setia menjelaskan tahapan Milestone 1 berfokus pada manajemen permintaan atau manajemen serapan minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO) agar tetap pada tingkat yang menghasilkan (remunerative).
Inovasi produk pangan bernutrisi dari CPO juga difokuskan dalam tahap pertama ini untuk menjadi pangan bernutrisi guna mencegah stunting dan anti-wasting. Selain itu bahan fungsional seperti oleochemical dan gen biofuel juga turut ditingkatkan kualitasnya, serta memantapkan implementasi wajib penggunaan biodiesel guna meminimalkan emisi gas rumah kaca (GRK).
Selanjutnya perbaikan tata kelola kelapa sawit mulai dari hulu hingga hilir juga akan diterapkan melalui bantuan teknologi sistem informasi, serta memastikan keberlanjutan rantai pasok. “Pada 2025 yang menjadi prioritas adalah domestic demand, innovation, anti-stunting, anti-wasting, juga sophisticated oleochemical product, dan bio net zero emission,” katanya.
Adapun untuk tahapan Milestone 2 yang diproyeksikan mulai berjalan pada 2035, berfokus pada kontribusi CPO pada komitmen nol emisi karbon (net zero emission), asupan nutrisi masyarakat yang berbasis sawit meningkat signifikan, nilai siklus karbon produk hilir sawit berkurang, serta integrasi rantai pasok dengan tata kelola berbasis sistem informasi termasuk aspek fiskal, moneter, dan pengendalian penyediaan pangan.
Sedangkan untuk tahapan ketiga, berfokus pada nilai siklus karbon di Indonesia yang mencapai nol, penggunaan energi biomassa sebagai pencampur atau pengganti energi primer PLTU, kecukupan nutrisi masyarakat yang tinggi dari asupan produk pangan berbasis sawit, serta pengendalian alokasi pasar produk hilir sawit yang responsif, lincah dan berbasis industri 4.0. (ANG)