JAKARTA – Kementerian Pertanian (Kementan) diminta segera menuntaskan revisi Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No. 1 Tahun 2018 tentang pedoman penetapan harga pembelian Tandan Buah Segar (TBS) kelapa Sawit Produksi Pekebun. Permentan tersebut dinilai tak mengakomodir kelompok petani sawit swadaya.
Hal itu diungkapkan Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Gulat Manurung di ICDX, Jakarta, Senin (27/5/2024). “Selevel Permentan saja sudah tiga tahun nggak juga move on, hijrah (revisi). Patut ditanda tanya, ada apa dengan Kementerian Pertanian? Jangan-jangan sudah masuk angin,” kata Gulat.
Gulat menuturkan, Permentan No. 1 Tahun 2018 itu menggambarkan kondisi petani sawit Indonesia. Dia menilai kurang elok jika regulasi dibentuk tanpa melihat kesejahteraan petaninya.
“Yang terjadi adalah petani semua korban. Ketika dia (regulasi) lebih maju daripada kondisi existing kami, petani, peraturan itu nggak lebih daripada sekadar di atas kertas,” tegasnya.
Adapun regulasi tersebut menjadi polemik di industri kelapa sawit dalam negeri. Pasalnya, peran pabrik kelapa sawit tanpa kebun yang biasa mendorong masa depan petani melalui skema kemitraan dipersoalkan pabrik kelapa sawit terintegrasi.
Gulat menilai, diperlukan revisi penguatan regulasi tersebut. Dengan penguatan tersebut, tidak hanya pabrik kelapa sawit saja yang diuntungkan, melainkan juga para petani sawit swadaya dan plasma.
“Permantan No. 1/2018 itu, masa cuma 7% yang dilindungi, yang 93% itu ke mana? Nggak boleh begitu. Makanya direvisi melalui penguatan,” katanya. (ANG)