JAKARTA – Potensi kerugian masyarakat dari aduan maladministrasi sejak 2021 sampai sekarang senilai Rp524,71 miliar. Hal ini khususnya pada sektor ekonomi I Ombudsman RI.
“Jadi, potensi kerugian dari aduan yang masuk, yang saya handle dari 2021 sampai 2024 sekitar 524,71 miliar kerugian material. Ini bukan immaterial, materialnya,” kata Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika di Kantor Ombudsman RI Jakarta, Senin (27/5/2024).
Dari jumlah tersebut, total potensi kerugian yang diselamatkan Ombudsman sebesar Rp322,59 miliar. Yeka mengatakan, ada 239 laporan maladministrasi terkait sawit yang masuk ke Ombudsman dari 2018 hingga 2024.
“Nah, kalau dilihat dari substansi ataupun juga lembaganya, sebetulnya terdistribusi ke banyak substansi dan ke banyak lembaga,” tutur dia.
Berdasarkan substansinya, aduan yang masuk yakni terkait agraria 69 aduan, perkebunan, pertanian dan pangan 36 aduan, kepolisian 24 aduan serta perizinan 23 aduan. Kemudian masing-masing 21 aduan terkait kehutanan dan ketenagakerjaan, 16 aduan terkait koperasi, usaha kecil dan menengah. Sementara aduan terkait perdagangan, industri dan logistik mencapai 11 aduan, 10 aduan lingkungan hidup serta 8 aduan terkait kejaksaan.
Sedangkan bila diklasifikasikan menurut sisi lembaga yang diadukan, paling banyak adalah pemerintah kabupaten/kota. Jumlahnya 92 aduan per April 2024.
Menyusul Kementerian Agrarian dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Polri, pemerintah provinsi, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kementerian Pertanian (Kementan) dan kejaksaan. Lalu, ada PT Perkebunan Nusantara, Kementerian ESDM, BPJS Ketenagakerjaan hingga Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
“Jadi, begitu luasnya dimensi persoalan sawit ini, yang akhirnya kami coba (selesaikan). Bagi Ombudsman, aduan ini harus diperkecil. Karena kalau tidak dicegah, maka nanti bisa saja akan tambah banyak aduan ini,” kata Yeka.
Ruang lingkup permasalahan yang dilaporkan kepada Ombudsman RI ada empat. “Keempatnya adalah perihal lahan, izin usaha, tata niaga hingga tata kelola sawit itu sendiri,” kata Yeka. (ANG)