JAKARTA – Pemerintah berupaya menggenjot produktifitas pertanian, khususnya padi. Ketika produksi padi ditingkatkan, otomatis sampah atau limbah hasil pertanian padi juga ikut meningkat. Jika tidak dikelola dengan baik, berpotensi menimbulkan masalah baru.
Sejumlah peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) berupaya mengatasi persoalan limbah padi. Yaitu, dengan inovasi mengolah limbah padi menjadi produk biosilika bernilai ekonomi tinggi. Selain diterapkan pada limbah padi, inovasi ini juga bisa diterapkan pada limbah kelapa sawit.
Inovasi pengolahan limbah padi serta kelapa sawit untuk menjadi produk biosilika tersebut, disampaikan peneliti Pusat Riset Agroindustri (PRA) BRIN Hoerudin. Dia menceritakan pemerintah saat ini berupaya meningkatkan produksi komoditas strategis nasional. Khususnya padi dan kelapa sawit.
Menurut dia, upaya tersebut bakal diikuti melimpahnya limbah padi dan kelapa sawit. Hasil kajian dari BRIN menyebutkan pertanian padi di seluruh Indonesia setiap tahunnya menghasilkan 10 juta ton sekam dari proses penggilingan padi. Kemudian juga menghasilkan 2 juta ton abu boiler dari pabrik pengolahan kelapa sawit. Limbah tersebut jika tidak dikelola dengan baik, berpotensi memunculkan masalah baru.
Hoerudin mengatakan sekam padi atau abu boiler kelapa sawit memiliki kandungan silika yang cukup tinggi. Untuk sekam padi kandungannya 15-20%. Sedangkan pada abu boiler kelapa sawit mencapai 50-60%. Dia mengatakan silika yang dihasilkan oleh organisme hidup, disebut sebagai silika biogenik atau biosilika.
“Dari 5 ton panen padi/hektare (ha) dan 20 ton panen tandan buah sawit/ha, masing-masing sekitar 230 kg dan 154 kg silika ikut terangkut bersama hasil panen,” kata Hoerudin dalam keterangannya, Senin (22/7/2024).
Dia menjelaskan silika yang terangkut tersebut setara dengan dosis pupuk makro, yang diberikan. PRA BRIN telah menghasilkan beberapa produk riset biosilika. Yaitu biosilika cair dan biosilika bubuk yang berbahan dasar sekam padi dan abu boiler kelapa sawit dalam bentuk nanopartikel. “Biosilika cair lebih efektif dalam pengaplikasiannya sebagai pupuk cair,” katanya.
Karena lebih mudah diserap tanaman. Saat ini produk biosilika cair telah diujicobakan di 22 provinsi di Indonesia. Uji coba itu dilakukan untuk tanaman padi, bawang merah, dan tebu.
Sebelumnya dalam forum diskusi bertajuk Silika Biogenik dari Limbah Industri: From Ash to Cash, Hoerudin mengatakan biosilika menyimpan potensi aplikasi yang cukup beragam. Di antaranya sebagai pupuk dan pestisida.
Selain itu, penggunaan biosilika juga dapat dimanfaatkan untuk tekstil fungsional dan mengurangi penggunaan krom pada proses penyamakan kulit. Kemudian, biosilika juga berpotensi diaplikasikan sebagai kandidat alternatif material graf pengganti tulang di bidang kedokteran gigi.
BRIN juga berupaya mengembangkan produksi biosilika dari sekam padi dan abu boiler kelapa sawit dapat menjadi produk alternatif yang lebih ramah lingkungan. Khususnya jika dibandingkan produk silika dari bahan tambang seperti pasir kuarsa, kuarsit dan felsfar yang tidak terbarukan.
Upaya produksi biosilika dari limbah padi dan kelapa sawit tersebut dapat membantu Indonesia mengurangi impor silika komersial. Selama ini untuk kebutuhan berbagai industri, nilai impor silika komersial mengalami tren peningkatan. Yaitu dari USD56,3 juta tahun 2017 yang lalu, kemudian naik menjadi USD81,99 juta pada 2021.
Kepala Organisasi Riset Pertanian dan Pangan BRIN Puji Lestari mengatakan, kelapa sawit dan padi adalah tanaman silica accumulator. Tanaman yang masuk kategori ini banyak membutuhkan, menyerap dan mengandung silika. Jika produksinya meningkat, maka limbah agroindustri dari komoditas tersebut pun meningkat. Sehingga perlu diolah menjadi produk bernilai ekonomi, sekaligus mengurangi potensi masalah lingkungan dan sosial. (ANG)