JAKARTA – Pemerintah tengah mengkaji opsi untuk mengalihkan ekspor sebanyak 3-5 juta ton minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) ke Eropa menjadi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Direktur Bioenergi Kementerian ESDM Edi Wibowo mengatakan pemenuhan kebutuhan dalam negeri itu salah satunya didorong untuk program biodiesel B50 atau bauran Solar dengan 50% bahan bakar nabati. Edi menggarisbawahi hal tersebut bisa dilakukan seiring dengan upaya Uni Eropa (UE) untuk menjegal CPO Indonesia.
“Dengan Eropa, selisih antara 3-5 juta ton (CPO) yang selama ini diekspor ke Eropa, jadi masalah di sana, seperti disampaikan (Presiden Terpilih) Prabowo Subianto; ‘daripada kamu (Eropa) tidak mau beli, aku akan menggunakan dalam negeri’, salah satunya yang didorong B50, arahnya ke sana,” ujar Edi dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta Pusat, Senin (9/9/2024).
Baca Juga: Lembaga Ini Sebar Ratusan Miliar Beasiswa, Kuotanya 3.000 Orang
Selain dialihkan untuk penggunaan dalam negeri, Edi membuka peluang bahwa produk CPO tersebut bakal diekspor ke negara selain negara-negara di Uni Eropa. Namun, Edi menggarisbawahi gagasan tersebut masih bersifat kajian.
Pertimbangan Insentif
Selain itu, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukkan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Eniya Listiani Dewi terdapat beberapa pertimbangan dalam implementasi B50 bahkan B60, salah satunya masalah insentif.
“Idenya Pak Menteri Pertanian (Amran Sulaiman) bahwa pungutan ekspor kan bisa naik, yang diharapkan insentif di situ. Harga internasional CPO bisa dijual tinggi, caranya mungkin kita yang dari Eropa ditahan dahulu, jadi tidak kirim ke Eropa. Dengan demikian, harga ke negara lain bisa naik dan pungutan ekspor bisa dapat lebih banyak,” ujarnya.
Namun, Eniya mengatakan hal tersebut masih dalam kajian terutama untuk menilai keekonomiannya. Selain insentif, tiga hal lain yang menjadi pertimbangan adalah teknis, infrastruktur dan feedstock.
Baca Juga: Biar Riset Sawit Aplikatif, Ini yang Dilakukan BPDPKS
Dalam kaitan itu, pemerintah perlu melakukan kajian teknis uji terap pada sektor otomotif dan nonotomotif, di mana kajian spesifikasi B50 direncanakan selesai Oktober 2024.
Selain itu, diperlukan peningkatan infrastruktur pendukung baik dari sisi badan usaha bahan bakar nabati (BBN) dan badan usaha bahan bakar minyak (BBM) yang membutuhkan waktu dan investasi. Eniya menggarisbawahi perlunya penambahan produksi BBN melalui program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) oleh Kementan.
Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) melaporkan total ekspor mengalami kenaikan yaitu menjadi 3,38 juta ton pada Juni 2024 dibandingkan dengan 1,96 juta ton pada Mei.
Peningkatan terbesar terjadi pada produk olahan CPO yang naik sebesar 872.000 ton dari 1,36 juta ton pada Mei menjadi 2,23 juta ton pada Juni diikuti CPO yang naik dengan 578.000 ton menjadi 651.000 ton.
Kenaikan volume ekspor diiringi dengan kenaikan harga dari USD981/ton pada Mei menjadi USD1.011/ton pada Juni, sehingga nilai ekspor naik menjadi USD2,79 miliar pada Juni dari USD1,72 miliar pada Mei. (ANG)