JAKARTA – Kebijakan European Union Deforestation Regulation (EUDR) mulai berlaku pada akhir 2025. Ini bukan hanya tantangan bagi industri sawit nasional, tapi juga momentum untuk mempercepat pembenahan tata kelola sawit berkelanjutan.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Eddy Martono mengatakan tren ekspor minyak sawit ke Uni Eropa menurun sejak 2018. Namun, ia meyakini masih ada ruang untuk meningkatkan kembali akses pasar, termasuk dengan memanfaatkan negara-negara mitra sebagai jalur alternatif.
“Salah satu strategi yang bisa dikembangkan adalah menjadikan Mesir sebagai hub pengiriman ke pasar Eropa,” ujarnya.
Baca Juga: Tak Hanya Indonesia, Eropa Ternyata juga Kesulitan Menerapkan EUDR
Meski demikian, Eddy menekankan pentingnya kesiapan industri domestik dalam menyesuaikan diri terhadap regulasi lingkungan global. “Kalau kita tidak patuh terhadap EUDR, bisa saja harga produk kita ditekan. Jadi ini bukan hanya soal ekspor, tapi soal daya saing,” jelasnya.
Lebih lanjut, Eddy melihat EUDR sebagai pemicu untuk mempercepat implementasi sertifikasi Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (ISPO), terutama di kalangan smallholders atau petani kecil. Saat ini, baru sekitar 1% dari lahan perkebunan sawit milik petani yang telah tersertifikasi ISPO.
“Ini saatnya kita perbaiki tata kelola. Jangan sampai petani kecil yang paling terdampak justru paling tidak siap. Pemerintah perlu beri perhatian khusus pada pendampingan dan pendanaan bagi mereka,” kata Eddy.
Baca Juga: Indonesia Siapkan Sistem Pertahanan Sawit Hadapi EUDR
Ia juga berharap Uni Eropa mempertimbangkan kembali waktu implementasi EUDR, khususnya bagi pelaku usaha kecil. “Kalau bisa diundur lagi, kita akan punya waktu lebih untuk mempersiapkan petani kecil. Ini bukan hanya demi ekspor, tapi demi transformasi sistemik industri sawit kita,” tambahnya.
Sebagai informasi, EUDR merupakan kebijakan pertama di dunia yang menargetkan penghentian deforestasi global akibat konsumsi komoditas agrikultur dan kehutanan seperti minyak sawit, kopi, kakao, daging, dan kayu. Setelah penundaan satu tahun, regulasi ini akan berlaku penuh pada akhir 2025 untuk perusahaan besar dan mulai Juni 2025 untuk pelaku usaha kecil.
Eddy menilai, meski menantang, EUDR bisa menjadi standar baru yang memperkuat posisi Indonesia sebagai produsen sawit berkelanjutan. “Kalau kita bisa comply, justru ini jadi keunggulan kompetitif baru. Tapi ya, harus kerja keras dari semua pihak,” tandasnya. (ANG)