NUSA DUA – Ekonomi China masih berada dalam tekanan deflasi, dengan deflator PDB yang tetap negatif. Kondisi ini menjaga harga tetap rendah dan membebani konsumsi, termasuk konsumsi minyak nabati.
Hal itu dikatakan Ryan Chen dari China CNF Business Director – Oils & Oilseeds Cargill Investments (China) Limited pada acara 21st Indonesia Palm Oil Conference and 2025 Price Outlook (IPOC 2025) di Nusa Dua, Bali, Jumat (14/11/2025).
“Permintaan dalam negeri masih lemah sehingga konsumsi minyak sawit belum menunjukkan tanda-tanda pertumbuhan dalam waktu dekat,” kata Chen.
Baca Juga: Pasar Berubah, China Gunakan Minyak Sawit Bersertifikat
Ia juga mengungkapkan bahwa ekspor China ke Amerika Serikat terus melemah sepanjang 2025, sementara kepercayaan konsumen dalam negeri belum pulih. Menurutnya, pelaku industri perlu menyesuaikan strategi karena dinamika perdagangan global, terutama hubungan China-AS, akan sangat menentukan arah permintaan.
Chen menambahkan bahwa kapasitas pemrosesan minyak nabati di China terus meningkat, sehingga negara tersebut mulai beralih dari peran tradisional sebagai konsumen besar menjadi penyedia dan pengolah untuk ekspor kembali.
Peluang ekspor terbuka lebar untuk produk-produk seperti Hydrotreated Vegetable Oil (HVO), Sustainable Aviation Fuel (SAF), serta minyak kedelai, selama permintaan dari Amerika Serikat dan Eropa tetap kuat. “China sedang berubah dari negara yang berfokus pada konsumsi menjadi negara pengolah dan pengekspor kembali,” jelas Chen. (SDR)

