JAKARTA – Menjaga produktivitas kelapa sawit dan mengamankan panen tetap optimal, salah satu langkah yang harus diambil adalah peremajaan tanaman. Dengan melihat siklus hidup dan produksi sawit rata-rata 25 tahun, maka peremajaan sawit di Indonesia paling tidak harus 4-5 persen dari total lahan yang ditanami sawit setiap tahun.
“Ini murni untuk menjaga hasil panen tetap optimal,” kata Rizal Affandi, Staf Khusus Menteri Koordinator Bidang Penguatan Kerja Sama Ekonomi Internasional Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian di Jakarta akhir Mei 2023 lalu. Karena itu, Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) yang dijalankan pemerintah sejak 2016 harus terealisasi sesuai target.
Saat ini, luas lahan kelapa sawit rakyat di Indonesia mencapai 6,9 juta hektar. Untuk menjaga panen tetap optimal di masa depan, maka peremajaan kelapa sawit rakyat setidaknya berada di angka 310 ribu hektar per tahun. Dengan peremajaan di lahan seluas itu, tingkat produktivitas sawit secara nasional akan tetap terjamin.
Pemerintah sudah manargetkan setidaknya 2,8 juta hektar kebun kelapa sawit diremajakan sejak 2016. Namun, tapi realisasi program PSR baru mencapai 273 ribu hektar atau 10 persen dari target. Bahkan, pemerintah cakupan luas kebun sawit yang diremajakan diperluas hingga 540 ribu pada 2024 atau dua kali lipat dibandingkan dengan tahun 2022.
“Karena itu dalam waktu dua tahun ke depan, kita harus bekerja keras dalam mencapai target PSR,” kata Rozal Affandi yang juga Sekretaris Jenderal CPOPC ini. Pemerntah terus mendorong realisasi peremajaan sawit sakyat karena akan berdampak langsung terhadap produktivitas dan produksi minyak sawit di masa mendatang.
Menurut Riza, program intensifikasi sawit menjadi sangat penting untuk meningkatkan produksi melalui program peremajaan dan penerapan tata cara bercocok tanam melalui pengendalian hama, penyediaan bibit unggul, dan penyediaan sarana prasaran perkebunan sawit, serta pengolahan sawit yang efisien. (PEN)