PADANG – Sejak dicanangkan pada 2016, program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) menjadi pekerjaan rumah bagi semua pihak, terutama yang bergelut di dunia perkelapasawitan. Sebab, keberhasilan program ini akan berdampak luas tidak hanya untuk pemangku kepentingan sawit, namun juga perekonomian Indonesia.
Karena itu, percepatan PSR dilakukan dengan beragam aksi. Selain pembentukan Satuan Tugas oleh Kementerian Pertanian, ketersediaan sarana dan prasarana yang tepat mutlak dibutuhkan. Hal ini diungkapkan oleh Direktur Jenderal Perkebunan (DirjenBun) Kementerian Pertanian, Andi Nur Alam Syah dalam Pada Pekan Nasional (PENAS) Tani Nelayan XVI di Padang, Sumatera Barat pada 12 Juni 2023.
Ketersediaan sarana dan prasarana yang tepat bertujuan agar produksi, produktivitas, nilai tambah dan mutu hasil perkebunan kelapa sawit semakin meningkat. Selain itu, syarat baku mutu sarana dan prasarana (sarpras) dalam berusaha kelapa sawit penting untuk dipenuhi setiap pekebun.
Sesuai Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 3 Tahun 2022 dan Keputusan Direktur Jenderal (Dirjen) Perkebunan, terdapat 8 jenis sarpras dalam perkelapasawitan. Sarpras ini meliputi benih, pupuk dan pestisida (ekstensifikasi), pupuk dan pestisida (intensifikasi), alat pascapanen dan unit pengolahan hasil, peningkatan jalan dan tata kelola air, alat transportasi, mesin pertanian, infrastruktur pasar, dan verifikasi teknis (ISPO).
Terpenuhinya kriteria teknis sarpras dapat membantu akselerasi PSR. Program sarpras terbukti bermanfaat bagi pekebun kelapa sawit yang tergabung dalam koperasi. Indonesia memiliki potensi komoditas kelapa sawit yang luar biasa sehingga akan menjadi kekuatan besar untuk membuat sektor perkebunan kembali jaya.
“Kita harus yakin dan optimis, mari kita gaungkan karena masih banyak harapan untuk memperkuat perkebunan nasional,” katanya. Namun, produktivitas sawit masih memiliki berbagai tantangan. Karena itu, pengembangan kelapa sawit membutuhkan tata kelola dan regulasi yang tepat agar dapat berjalan sesuai standar yang ditetapkan.
Menurut Andi Nur Alam, pengembangan sawit perlu didukung dengan sistem terintegrasi agar produktivitas sawit Indonesia segera meningkat baik dari hulu hingga ke hilir. “Pemerintah terus berupaya agar tata kelola pembangunan (sawit) terintegrasi, satu ekosistem dan berkelanjutan, salah satunya melalui program-program dari Ditjen Perkebunan,” katanya.
Andi mencontohkan, program satu ekosistem dan berkelanjutan itu, seperti Pabrik Minyak Goreng (Pamigo), (PSR), dan program Kelapa Sawit Tumpang Sari Tanaman Pangan (Kesatria), serta penyesuaian regulasi dengan kondisi di lapangan.
“Semoga pada 2024 nanti terwujud satu perkebunan satu regulasi agar komoditas perkebunan, khususnya sawit lebih mudah persyaratannya,” harapnya.
Andi Nur mengatakan sawit merupakan salah satu komoditas perkebunan andalan Indonesia. Dari sisi produktivitas tidak hanya menghasilkan minyak sawit, tetapi juga menjadi bahan untuk kosmetik, bahan bakar biodiesel, dan limbahnya dapat dijadikan pupuk.
“Untuk itu, petani harus terus berinovasi dan semakin kreatif, tak hanya mengembangkan dari sisi hulunya saja, tetapi juga hilir,” katanya. Pengembangan kelapa sawit perlu dukung dengan sarpras yang tepat agar menghasilkan produk turunan yang semakin kreatif dan inovatif.
“Dengan begitu, ke depannya akan bermunculan berbagai produk berbahan baku sawit yang ramah lingkungan. Kemudian, diharapkan pula bisa menembus pasar global dan tentunya menambah pendapatan pekebun,” katanya. (NYT)