JAKARTA – PalmCo, sub holding PTPN Group, siap menjadi perusahaan sawit terbesar di Asia. Perusahaan plat merah ini berpotensi menjadi perusahaan perkebunan kelapa sawit dengan aset lahan terbesar di dunia dengan potensi luasan 600.000-700.000 hektare (ha).
Lahan seluas itu merupakan gabungan kebun milik PTPN V, VI, dan XIII. Gabungan lahan tersebut lantas bergabung ke dalam PTPN IV untuk membentuk sub holding PalmCo. Luasan ini lebih besar dibandingkan lahan milik Sime Darby seluas 266.488 ha dan area tertanam 193.758 ha.
Lahan PalmCo juga lebih luas dari luas tanaman Golden Agri sekitar 485.606 ha. Seperti diketahui, Holding Perkebunan Nusantara PTPN III (Persero) mengumumkan rencana penggabungan 13 perusahaan di bawah Holding Perkebunan Nusantara menjadi dua Sub Holding, pada 2022.
Sub Holding perusahaan perkebunan milik negara, yaitu PalmCo berencana untuk melepas sahamnya ke pasar modal Tanah Air. PalmCo sendiri merupakan sub holding bidang kelapa sawit milik PTPN III. PTPN saat ini memiliki lahan sawit seluas 500.000 hektar (ha). Perusahaan kemudian bakal mengkonversi 200.000 ha lahan karet menjadi kelapa sawit.
Konsolidasi aset tersebut dalam rangka untuk mempersiapkan perseroan melakukan penawaran saham perdana (initial public offering/IPO) di Bursa Efek Indonesia di kuartal III/2023. Dari IPO tersebut, perseroan menargetkan meraup dana segar Rp5 triliun hingga Rp10 triliun. PTPN sudah menunjuk Mandiri Sekuritas dan McKinsey sebagai penasihat aksi korporasinya tersebut.
Sejalan dengan IPO, perusahaan diharapkan menjadi lebih leluasa untuk ekspansi. PTPN III tengah digiring untuk menjadi perusahaan kelapa sawit terbesar di dunia dengan memproduksi sebanyak 1,8 juta ton per tahun. Langkah yang dilakukan yaitu dengan melakukan konversi lahan karet untuk memenuhi kebutuhan minyak goreng dalam negeri.
Dalam sebuah kesempatan, Direktur Utama PTPN Mohammad Abdul Ghani mengatakan PTPN menargetkan bisa memproduksi 1,8 juta ton olein per tahun pada 2026. “Isu minyak goreng kita sudah tahu kita sulit. Kebutuhan 5,7 juta ton. Kalau kami bisa capai 1,8 juta ton bisa sepertiga kebutuhan nasional,” ungkapnya.
Menurutnya, jika perseroan mampu mencapai target tersebut, maka untuk 80% kebutuhan minyak goreng masyarakat menengah ke bawah dapat terpenuhi. Dengan demikian, PalmCo dapat bersaing dengan perusahaan-perusahaan sawit besar di Asia.
Hal itu diamini oleh Head of Industry Regional Research Bank Mandiri Dendi Ramdani. Menurutnya, PalmCo memiliki modal utama untuk dapat bersaing dengan perusahaan-perusahaan sawit terbesar di Asia, terutama eksisting lahan yang strategis dari sisi geografis.
“PTPN itu istilahnya kalau sektor sawit itu kebun kelas satu itu. Pengusaha-pengusaha sawit terakhir ini kelas dua dan kelas tiga. Itu dilihat dari kesuburan geografis. Maksudnya geografis, kalau jauh ongkos transportasi dan distribusi mahal. Jadi PTPN ini potensinya besar banget. Simple, asetnya bagus. Kalau perkebunan ya asetnya tanah dan kebunnya,” jelasnya.
Lebih jauh, dia mengatakan sederhana saja melihat potensi PalmCO, dari posisi awal asetnya sudah bagus, kemudian perbaikan manajemen dan balance sheet (neraca keuangan) sudah mulai dilakukan melalui transformasi perusahaan.
Antara lain, reorganisasi PTPN Group dari banyak perusahaan yang memiliki jenis bisnis sama digabung membentuk sub holding. Dia membandingkan kebijakan di PTPN dan PT Semen Indonesia yang juga menggabungkan tiga perusaahan semen.
“Emang arahnya (pembentukan PalmCo) bagus, seperti di semen. Mereka itu kan sebenarnya karakter bisnisnya itu sama. Mereka buat dari beberapa perusahaan, Ada skala ekonomis, semua bergerak di bidang yang sama. Itu yang sebetulnya nanti arahnya ke sana,” ujarnya.
Untuk existing asset dan tanaman tua, menurutnya, tinggal dilakukan replanting atau peremajaan tanaman, sehingga produktivitas meningkat. Kemudian, perbaikan balance sheet, termasuk melanjutkan restrukturisasi utang dari laporan keuangan tahun 2020 yang sedang berjalan.
“Balance sheet itu dibagusi. Biar cantik nanti IPO-nya. Utang-utang diberesi. Yang penting adalah perbaikan manajemen, pengelolaan kalau teknis pemeliharaan dan perawatan, sehingga produktivitasnya meningkat,” paparnya.
Sedangkan, jika neraca keuangan telah baik, maka investasi akan masuk. Bahkan, jika diperlukan penarikan utang baru, masih akan tetap diminati investor karena pinjaman dipastikan digunakan membiayai kegiatan produktif di perusahaan.
Satu hal yang tidak kalah pentingnya, tambah Dendi adalah pembenahan manajemen, sehingga semua strategi bisnis berjalan efisien dan konsisten. Selanjutnya, tambahnya lagi, perlu dipikirkan untuk pengembangan hilirisasinya dan memperkuat industri processing.
“Kalau kebun sudah produktif, balance sheet sudah bagus dan manajemen mendukung, maka PalmCo akan punya kemampuan menarik modal. Jadi, bisa bangun processing industrinya. Tidak berhenti di CPO, tapi bisa ke oleochemical dan produk-produk turunan sawit, nanti arahnya ke sana. Itu pada akhirnya langkah lanjutan ke sana,” ujarnya.
Secara umum, dia mengatakan pembentukan PalmCo ini memberikan harapan baru bagi BUMN perkebunan karena sangat potensial untuk dikembangkan menjadi perusahaan sawit kelas dunia.
“Asetnya bagus sekali PTPN itu. Itu Bagus sekali dari sisi kesuburan dan geografis, mereka rata-rata letaknya sangat strategis dan infrastrukturnya juga sangat strategis. Pergi aja ke kebun PTPN di sekitar Sumatera Utara, kebunnya sangat bagus, memang itu manajemen dan produktivitas yang perlu diperbaiki,” sambung Dendi.
PalmCo menjadi salah satu kunci untuk meningkatkan produktivitas perkebunan, serta kapasitas produksi komoditas olahan sawit, termasuk hasil panen tandan buah segar (TBS), serta kapasitas produksi crude palm oil (CPO), minyak nabati dan minyak goreng. (SDR)