JAKARTA – Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) dan PT Tribuana Solusi Inovasi Teknologi (TSIT) menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) terkait penerapan teknologi drone di perkebunan kelapa sawit.
Kerja sama ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas data pertanian dengan memanfaatkan teknologi drone. Selain itu, langkah ini juga diambil sebagai strategi dalam mempersiapkan petani sawit untuk menghadapi aturan ketat dari Undang-Undang Anti Deforestasi Uni Eropa (EUDR), yang penerapannya ditunda selama satu tahun.
Ketua Umum Apkasindo Gulat Manurung menyebutkan penundaan ini harus dimanfaatkan sebaik mungkin oleh para petani sawit untuk berbenah dan memenuhi tuntutan pasar internasional.
Baca Juga: Apkasindo Diminta Jembatani Petani Sawit dengan Pemerintah
“Uni Eropa telah resmi menunda satu tahun. Satu tahun hanya sekejap mata. Nah, oleh karena itu petani sawit tidak boleh berpangku tangan, tidak boleh hanya mengeluh. Maka kita melakukan beberapa terobosan,” kata Gulat di Grand Cemara Hotel, Jakarta Pusat, Rabu (16/10/2024).
Menurut Gulat, ada tiga kata kunci dalam EUDR. Ketigan kata kunci itu adalah kepatuhan terhadap regulasi, larangan deforestasi, dan ketelusuran asal buah dengan geo lokasi. Dua poin terakhir, menurut Gulat, sangat erat kaitannya dengan teknologi pemetaan
Dengan menggunakan teknologi pemetaan ini, lanjut Gulat, petani sawit dapat memetakan lahan mereka dengan lebih baik, yang pada akhirnya akan membantu melengkapi dokumen yang diperlukan sesuai dengan persyaratan EUDR.
Baca Juga: Ini Dia Sembilan Jenis Bantuan Sarpras bagi Petani Sawit
“Kita boleh membantah bahwa EUDR itu hanya ancaman politik dagang dan lain-lain. Tetapi tanpa EUDR juga memang sudah sepatutnya itu petani by name, by address, by location. Artinya apa di situ? Dibutuhkan teknologi,” ucap Gulat.
Gulat menjelaskan bahwa kebutuhan akan teknologi tidak hanya untuk memenuhi tuntutan EUDR, tetapi juga merupakan aspek yang sangat penting bagi para petani sawit.
Dia mencontohkan, dalam pengajuan program peremajaan sawit rakyat (PSR), petani diwajibkan melampirkan peta lahan dengan format SHP (Shape File) yang lengkap, termasuk titik-titik koordinatnya.
Dari kajian yang dilakukan oleh Apkasindo, terungkap bahwa rendahnya jumlah pengajuan program PSR oleh petani disebabkan oleh beberapa faktor. Selain terkait dengan batasan kawasan hutan, masalah biaya dan kurangnya akses terhadap teknologi juga berperan besar.
Baca Juga: Lembaga Ini Sebar Ratusan Miliar Beasiswa, Kuotanya 3.000 Orang
“Dengan adanya kerja sama ini, kita berharap semua petani pengurus Apkasindo di masing-masing kabupaten/kota dapat memiliki alat ini untuk membantu program-program pemerintah terkait ke replanting,” ungkap Gulat.
General Manager Commercial PT TSIT, Nicko Arywibowo menerangkan, semakin langkanya tenaga kerja padat karya berpotensi memengaruhi produktivitas di sektor kelapa sawit. Untuk itu, pihaknya mengusulkan inisiasi kerja sama guna menyelesaikan isu tenaga kerja, khususnya terkait efisiensi pembukaan lahan.
Selain itu, mekanisasi pemupukan yang tepat waktu, dosis dan cara, serta pengendalian hama dan penyakit agar tidak merugikan petani dan pekebun. Dijelaskannya, untuk unit drone DJI Agras T50 misalnya, dapat dikendalikan dari posisi operator remote controller sejauh 2 kilometer.
Drone ini dilengkapi system spraying dan spreading. Kapasitas muatan pupuk granular (spreading) maksimal 50 kg dan tangki spray sebesar 40 liter.
“Petani dengan memanfaatkan drone, cukup dua operator melakukan penyemprotan seluas 1 ha dalam waktu 30 menit. Tanpa itu, untuk luas kebun yang sama membutuhkan tenaga kerja hingga 4 orang dengan waktu penyemprotan pupuk hingga 1 hari,” ujar Nicko. (SDR)