MUKOMUKO – Sebanyak 16.800 desa yang memiliki lahan perkebunan kelapa sawit di Indonesia membentuk Asosiasi Desa Sawit tingkat nasional. Pembentukan Asosiasi Desa Sawit seluruh Indonesia ini difasilitasi oleh Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDT) di Jakarta sejak sebulan yang lalu.
“Asosiasi Desa Sawit ini dibentuk secara nasional membidangi semua urusan yang bentuknya dalam bidang sawit,” kata Wakil Ketua I Asosiasi Desa Sawit Pujianto seperti dikutip Antara di Mukomuko, Bengkulu, Senin (11/12/2023).
Pujianto merupakan Kades Padang Gading, Kecamatan Sungai Rumbai, Kabupaten Mukomuko. Kades ini mewakili Provinsi Bengkulu sebagai pengurus Asosiasi Desa Sawit tingkat nasional.
Sedangkan pelantikan pengurus Asosiasi Sawit Desa, katanya, kemungkinan dilaksanakan pada 20-25 Desember 2023 di Kantor Kemendes PDT. Setelah ini, katanya, pembentukan Korwil dan Korcam dan pengurus Asosiasi Desa Wisata di seluruh desa di Indonesia.
Ia mengatakan, asosiasi ini memprogramkan mulai dari harga sawit dikompakkan dan disetarakan harga eceran tertinggi (HET) sawit seluruh Indonesia. “Selama ini kita tidak tahu harga HET tandan buah segar (TBS) kelapa sawit di tingkat nasional berapa dan di daerah berapa. Harganya berbeda beda,” ujarnya.
Kemudian, katanya, mulai dari pabrik CPO sudah ada dua hingga tiga orang cukongnya. Kalau satu orang wajar dari SP, belum lagi masuk ke RAM toke di desa.
Ia mengatakan, kalau ada pabrik CPO mini di setiap kecamatan, maka buah sawit dari masyarakat langsung diambil, disiapkan unitnya dijemput. Makanya harganya bisa tinggi, sehingga masyarakat tidak terima harga sawit terlalu rendah.
Untuk itu, katanya, asosiasi ini memprogramkan pembuatan pabrik CPO mini atau minimal satu kecamatan satu pabrik CPO mini biar harga sawit kita tetap melambung. “Setelah ini kita tidak lagi berpedoman dengan harga sawit orang asing lagi,” kata Pujianto. (SDR)