JAKARTA – Ada yang tak biasa dilakukan William Henry Gates III atau lebih dikenal Bill Gates. Pendiri Microsoft, perusahaan perangkat lunak asal Amerika Serikat ini tiba-tiba menulis soal kelapa sawit dalam blog pribadinya. Ada apa?
Dalam blog terbarunya, Bill Gates membahas mengenai minyak kelapa sawit dan kaitannya dengan perubahan iklim. Sebagai produsen terbesar sawit, Indonesia pun turut disebut.
Pria paling tajir di kolong jagat ini mengatakan minyak kelapa sawit, berdampak besar pada perubahan iklim, tapi memang sulit digantikan. “Saat ini, minyak sawit adalah lemak nabati paling banyak dikonsumsi di dunia,” tulis Bill Gates.
Kandungannya terdapat pada setengah dari semua barang kemasan. Mulai selai kacang, kue kering, ramen instan, pembuat krim kopi, dan makan malam beku hingga riasan, sabun mandi, pasta gigi, deterjen, dan deodoran hingga lilin, makanan kucing, susu formula bayi, dan masih banyak lagi. “Bahkan dipakai sebagai biofuel untuk mesin diesel,” paparnya.
Menurutnya, persoalan minyak sawit bukan terletak pada bagaimana kita menggunakannya, namun bagaimana kita mendapatkannya. Hal ini dikarenakan pohon kelapa sawit, jenis pohon palem asli Afrika Tengah dan Barat, tidak tumbuh sembarangan.
Pohon ini hanya akan tumbuh dengan baik dalam jarak lima hingga sepuluh derajat dari garis khatulistiwa. “Hal ini telah menyebabkan deforestasi hutan hujan di wilayah khatulistiwa di seluruh dunia dengan tebang dan bakar, yang kemudian diubah jadi perkebunan kelapa sawit,” sebutnya.
Proses ini, lanjut Bill Gates, berdampak buruk bagi keanekaragaman hayati dan membahayakan seluruh ekosistem. Hal ini juga merupakan dampak buruk bagi perubahan iklim.
“Pembakaran yang terjadi dalam pembakaran hutan melepaskan berton-ton gas rumah kaca ke atmosfer. Ketika lahan basah yang ada di dalamnya dihancurkan, karbon yang mereka simpan juga ikut terlepas,” tulis Bill Gates.
Bill Gates kemudian membahas mengenai industri kelapa sawit di Malaysia dan Indonesia. “Pada tahun 2018, kehancuran yang terjadi di Malaysia dan Indonesia saja sudah cukup parah hingga menyumbang 1,4% emisi global. Lebih besar dari seluruh negara bagian California dan hampir sama besarnya dengan industri penerbangan di seluruh dunia,” cetus sang pendiri Microsoft.
Tapi memang ia mengakui, minyak sawit sulit digantikan. Harganya murah, tidak berbau, dan berlimpah. Minyak sawit berbentuk semi padat, kental, dan mudah dioleskan. Karena berfungsi sebagai pengawet alami, umur simpannya sangat lama.
“Minyak ini sangat serbaguna. Jika lemak hewani adalah bahan utama dalam beberapa makanan, maka minyak sawit adalah pemain tim yang dapat bekerja untuk membuat hampir semua makanan dan barang-barang non-makanan menjadi lebih baik,” terang Gates.
C16 Biosciences
Saat ini, menurut Gates, sedang diupayakan pengganti minyak sawit. Perusahaan seperti C16 Biosciences mencari alternatif pengganti minyak sawit. Sejak 2017, C16 yang dimodali Gates, mengembangkan produk dari mikroba ragi liar menggunakan proses fermentasi yang tidak menghasilkan emisi.
Meski secara kimiawi berbeda dengan minyak sawit konvensional, minyak C16 mengandung asam lemak yang sama, diklaim dapat digunakan dalam aplikasi yang sama. “Gagasan untuk beralih ke lemak dan minyak buatan laboratorium mungkin tampak aneh pada awalnya. Namun potensinya untuk mengurangi jejak karbon secara signifikan sangatlah besar. Dengan memanfaatkan teknologi dan proses yang telah terbukti, kita selangkah lebih dekat untuk mencapai tujuan iklim kita,” katanya.
C16 Biosciences telah mengumpulkan USD24 juta dari investor termasuk Breakthrough Energy Ventures, perusahaan investasi teknologi iklim yang didanai oleh Bill Gates. Pada hari Kamis, C16 Biosciences mengumumkan peluncuran Palmless, sebuah alternatif minyak sawit yang ditemukan dan mampu diproduksi dalam skala besar.
C16 Biosciences, yang diberi nama berdasarkan asam lemak 16 karbon yang merupakan komponen utama minyak sawit dan alternatif mikrobanya, telah menyelesaikan fermentasi skala industri sebanyak 50.000 liter untuk menghasilkan produk kelas komersial. Perusahaan tersebut mengatakan akan mulai muncul dalam produk kecantikan tahun depan, namun menolak untuk mengidentifikasi pelanggannya.
Untuk menjadikan minyak sawit alternatifnya, C16 Biosciences menggunakan mikroba ragi tipe liar yang fungsinya setara dengan minyak sawit dengan semacam proses fermentasi. Dan fermentasi – yang telah lama digunakan untuk membuat anggur, bir, dan keju – adalah “proses yang sangat, sangat kuat dan terukur,” kata David Heller, mahasiswa Ilmu Biologi di Massachusetts Institute of Technology.
Perusahaan ini mampu bergerak begitu cepat karena mikroba mempercepat penelitian dan pengembangan. “Kami dapat merancang sebuah eksperimen dan memulainya serta mendapatkan pembelajaran tentang apakah eksperimen tersebut membantu kami menghasilkan minyak yang lebih baik dan lebih banyak dalam waktu sekitar tujuh hari,” kata Heller.
Menurut Heller, dibutuhkan sekitar satu minggu dari ujung ke ujung. Sebagai perbandingan, mencoba benih baru di perkebunan kelapa sawit membutuhkan waktu sekitar tujuh tahun. (ANG)