BANDUNG – Di tengah tambahan tugas untuk pengembangan komoditas kakao dan kelapa, Badan Pengelola Dana Perkebuna (BPDP) menegaskan komitmennya menjaga keberlanjutan industri sawit melalaui integrasi program hulu dan hilir dengan memanfaatkan dana pungutan ekspor untuk menjaga stabilitas industri sawit nasional.
Penegasan komitmen ini disampaikan oleh Mohammad Alfansyah, Direktur Penyaluran Dana Sektor Hilir dalam acara 3rd Technology and Talent Palm Oil Mill Indonesia (TPOMI) 2025 di Bandung pada 9 Juli 2025.
Saat ini, Indonesia masih menjadi produsen minyak sawit terbesar di dunia yang menyumbang sekitar 59% dari total produksi global. Kontribusi ini masih jauh di atas negara-negara penghasil minyak sawit lainnya.
Baca Juga: AII dan BPDP Perluas Pemanfaatan Teknologi Sawit untuk Petani
Namun, tantangan besar yang dihadapi Indoensia cukup besar. Salah satunya isu negatif global terkait penggunaan lahan dan keberterimaan produk sawit di pasar luar negeri. Karena itu, pemerintah terus meningkatkan konsumsi domestik sebagai langkah antisipatif, salah satunya melalui program biodiesel.
“Kita menjaga agar jangan sampai sawit kita menjadi berlebih dan tidak terserap di pasar dunia, dan pasarnya menjadi turun. Pemerintah sejak tahun 2017 mulai meningkatkan pemanfaatan lebih besar. Konsepnya menjaga sawit tetap termanfaatkan,” kata Alfansyah.
Alfansyah menekankan dana hasil pungutan ekspor digunakan untuk mendukung berbagai program strategis, terutama Peremajaan Sawit Rakyat (PSR). “Untuk pembiayaan PSR yang setiap tahun tidak boleh tidak ada kegiatannya. Kalau tidak ada penambahan kebun baru, produksinya bisa menurun,” katanya.
Program PSR melalui jalur kemitraan juga terus didorong, di mana sejak 2023 telah disalurkan dana untuk lebih dari 20.000 hektar, dengan 2.404 hektar di antaranya merupakan jalur kemitraan. Respon petani pun dinilai positif. “Melalui program kemitraan usaha, ternyata respon petani cukup bagus, dengan bermitra dengan perusahaan yang ada, usulan mengenai replanting lebih banyak,” tambahnya.
Baca Juga: BPDP Tandatangani 18 Perjanjian Kerja Sama Pelatihan Bagi 10.786 SDM Perkebunan Sawit
Selain PSR, dukungan BPDP juga mengalir ke program sarana dan prasarana pertanian, yang hingga saat ini telah mencapai lebih dari Rp129 miliar dan tersebar di 12 provinsi. Dana tersebut diberikan kepada petani kecil melalui rekomendasi dari Ditjen Perkebunan.
BPDP juga menjalankan program riset dan pengembangan untuk mendukung industri hilir kelapa sawit. Sejak awal program, telah dilakukan 406 kontrak penelitian dengan 96 lembaga litbang. Namun, Alfansyah menyoroti pentingnya orientasi riset terhadap kebutuhan industri. “Jangan sampai 406 kontrak yang kami hasilkan hanya terkumpul di perpustakaan. Kalau industri dan praktisinya yang menyampaikan kebutuhannya terlebih dahulu, nanti kalau penelitiannya sudah jadi tidak perlu mencari mitra industri,” ungkapnya.
Kepala Divisi Riset Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP), Arfie Thahar menjelaskan bahwa waktu seleksi proposal penelitian BPDP dilakukan di awal tahun dalam jangka waktu sekitar hampir 8 bulan.
“Jadi penelitian-penelitian yang sedang berjalan itu hasil dari yang proses seleksi tahun 2024 lalu. Di tahun 2025 ini kita juga melakukan seleksi yang diharapkan nanti akan mendapatkan riset-riset yang kita danai untuk tahun 2026,” jelas Arfie.
Untuk memastikan kinerja risetnya maksimal, BPDP kerap menggandeng para pelaku industri agar terjalin kerjasama optimal ke depan. Program beasiswa juga menjadi bagian dari pengembangan SDM, dengan total lebih dari 5.000 mahasiswa telah menerima dukungan penuh dari BPDP. (NYT)