BALI – Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) terus mendukung program Penelitian dan Pengembangan (Litbang) sawit. Ada beberapa format riset yang dilaksanakan yaitu hibah kompetitif (Grant Riset Sawit, GRS), Lomba Riset Mahasiswa (LRM), dan Riset Inisiatif (RI).
Hal itu dikemukakan Direktur Utama BPDPKS Eddy Abdurrachman pada acara Pekan Riset Sawit Indonesia (PERISAI) 2024 yang diselenggarakan di Bali Nusa Dua Convention Center (BNDCC) Bali, Kamis (3/10/2024).
Sesuai dengan nama programnya, kata Eddy, GRS ditujukan untuk menghasilkan teknologi dan landasan kebijakan. Sementara itu, LRM ditujukan untuk mendorong minat penelitian sawit di kalangan mahasiswa. “Riset Inisiatif untuk mendukung kebijakan mendesak dari pemerintah (khususnya kementerian/lembaga (K/L) anggota Komite Pengarah BPDPKS),” kata Eddy.
Baca Juga: Ini Dia Sembilan Jenis Bantuan Sarpras bagi Petani Sawit
Target utama kegiatan litbang BPDPKS, lanjut Eddy Abdurrachman, adalah teknologi baru yang efisien dan/atau kebijakan promotif untuk mewujudkan industri kelapa sawit yang tangguh dalam persaingan pasar global.
Caranya adalah dengan meningkatkan produktivitas/efisiensi, meningkatkan aspek sustainability, mendorong penciptaan produk/pasar baru, dan meningkatkan kesejahteraan petani. “Hasil-hasil riset ini akan didorong untuk dapat dimanfaatkan baik oleh industri, pemerintah maupun oleh petani,” katanya.
Proposal Riset Banyak yang Tak Sesuai dengan Pedoman
Pada kesempatan yang sama Ketua Umum Asosiasi Inventor Indonesia Didiek Hadjar Goenadi mengatakan dalam perjalanannya, khususnya untuk GRS yang diselenggarakan hampir tiap tahun, proposal riset dari para peneliti yang berasal dari perguruaan tinggi dan lembaga penelitian yang jumlahnya ratusan, banyak yang tidak sesuai dengan pedoman yang diberikan oleh BPDPKS.
Padahal pedoman tersebut sudah disebarluaskan ke publik baik secara langsung, via media sosial, maupun yang disajikan dalam website BPDPKS sebelum waktu penutupan penerimaan proposal. “Rata-rata proposal yang lolos didanai BPDPKS kurang dari 10%,” kata Didiek.
Baca Juga: Biar Riset Sawit Aplikatif, Ini yang Dilakukan BPDPKS
Menurut Didiek, dari jumlah yang didanai ini sekitar 60%-70% targetnya menghasilkan teknologi baru. Tentu saja teknologi baru yang dihasilkan ini bukan sekedar sesuai untuk publikasi ilmiah semata, tetapi yang lebih penting harus dapat dimanfaatkan oleh para pelaku industri termasuk petani kelapa sawit.
Didiek menjelaskan, syarat untuk memenuhi kualifikasi ini adalah Tingkat Kesiapan Teknologi (TKT)-nya minimal harus 6 atau 7. Tapi faktanya banyak teknologi yang dihasilkan baru mencapai TKT 4-5 sehingga perlu waktu panjang untuk dapat dikomersialisasikan.
Untuk mendorong proses komersialisasi ini kemudian BPDPKS menjalin kerjasama dengan Asosiasi Inventor Indonesia (AII) sejak 2021 untuk melakukan valuasi invensi hasil riset GRS dan mempromosikan invensi yang layak komersialisasi kepada industri terkait.
Baca Juga: BPDPKS Dukung Sertifikasi ISPO Petani Sawit
“Dari sejumlah invensi yang layak komersialisasi sekitar 30% diminati industri. Untuk masuk proses produksi komersial teknologi tersebut masih memerlukan pendampingan untuk validasi teknologi bersama inventor dan investornya,” katanya.
Contohnya, kata Didiek, saat ini yang sedang dalam tahapan validasi teknologi adalah sandwich laminated lumber dari Batang Kelapa Sawit (BKS) bersama PT Calcinah Altan Mandiri, Lemak Calcium untuk sapi perah dengan PT Mahesi Agri Karya, produksi furfural dengan PT Zekindo, alat deteksi kematangan buah dengan Badak GmBH (Swiss), formula marka jalan dengan PT Hakaaston, dan kain dari TKKS dan alat bantu pemanen dengan PT Sritex. (SDR)