JAKARTA – Presiden terpilih Prabowo Subianto sudah mengantongi sejumlah data pengusaha nakal di sektor kelapa sawit yang tidak membayar pajak. Prabowo akan mengejar pengemplang pajak yang membuat negara kehilangan potensi penerimaan Rp300 triliun.
Berkaitan dengan hal itu, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan atau BPKP membenarkan adanya temuan itu. Meskipun begitu, Kepala BPKP Yusuf Ateh belum bisa merinci secara detail mengenai hasil temuannya karena masih dalam proses audit. “Masih dalam proses diaudit sekarang,” kata Yusuf di Jakarta, Jumat (11/10/2024).
Sebelumnya, Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Drajad Wibowo bahkan menyebut, potensi penerimaan pajak yang hilang akibat wajib pajak nakal melebihi Rp300 triliun.
Baca Juga: BPDPKS Dorong Pelaku UKMK Gunakan Produk Berbahan Sawit
“Bahkan saya sebenarnya ingin mengatakan jumlahnya sebenarnya lebih besar dari itu, lebih besar. Cuma Pak Hashim sudah menyampaikan Rp300 triliun, kita pakai angka Rp300 triliun,” terangnya.
Drajad menyampaikan, potensi penerimaan pajak yang hilang ini akan digenjot untuk memenuhi kebutuhan belanja tambahan pada pemerintahan Prabowo mendatang. “Kebetulan kita menemukan dari pajak-pajak yang tidak terkumpulkan dan sumber-sumber yang belum tergali,” kata Drajad.
Drajad mengatakan pajak-pajak yang belum terkumpulkan itu bisa untuk menambah kebutuhan anggaran pendapatan dan belanja negara atau APBN pada 2025. Diketahui, alokasi belanja negara pada 2025 mencapai Rp3.613,1 triliun, yang terdiri dari belanja pemerintah pusat sebesar Rp2.693,2 triliun dan transfer ke daerah sebesar Rp919,9 triliun. “Rencananya belanja negara di level Rp3.600 triliun, tapi yang kita butuhkan itu minimal Rp3.900 triliun. Jadi kurang Rp300 triliun,” ujar Drajad.
Baca Juga: Hilirisasi Sawit Tingkatkan Nilai Tambah
Kekurangan pajak itu akan diperoleh dari tiga sumber. Pertama dari kasus-kasus pajak yang sudah inkrah. Dalam kasus tersebut terdapat wajib pajak yang kalah di pengadilan dan tidak bisa mengajukan Peninjauan Kembali (PK) namun belum disetor ke negara.
Kedua, praktik kecurangan pajak dengan melakukan manipulasi atau transfer pricing. Ini juga akan menjadi salah satu sumber pendapatan negara yang akan diincar Prabowo. Adapuan transfer pricing adalah penentuan harga yang sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha dalam transaksi yang dilakukan antara perusahaan yang memiliki hubungan istimewa.
“Jadi sudah tidak ada lagi peluang mereka, Mahkamah Agung sudah memutuskan selesai, tapi mereka tidak bayar. Ada yang 10 tahun belum bayar, ada yang 15 tahun belum bayar. Itu jumlahnya juga sangat besar,” ujar Drajad.
Baca Juga: 300 Pengusaha Sawit Dituduh Kemplang Pajak Rp300 Triliun
Ketiga, Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra, Hashim Djojohadikusumo sebelumnya mengungkapkan sejumlah pengusaha nakal yang tidak melunasi pembayaran pajak. Pemerintah ingin yang semua pihak memenuhi kewajiban pajak.
Bahkan, Prabowo sudah memegang data yang mengungkap indikasi pengusaha nakal yang tak bayar pajak. Data tersebut diperoleh langsung dari Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan yang merupakan pengusaha dari industri perkebunan kelapa sawit.
“Dikonfirmasi dari Kementerian LHK ada jutaan hektare kawasan hutan diokupasi liar oleh pengusaha kebun sawit nakal ternyata sudah diingatkan tapi sampai sekarang belum bayar,” kata Hashim, Senin (7/10/2024). (ANG)