JAKARTA – Pelaku usaha pengolah kelapa sawit tak juga berminat memperdagangkan CPO-nya melalui Bursa Berjangka Penyelenggara Pasar Fisik Minyak Sawit Mentah atau Bursa CPO. Buktinya, sejak diluncurkan Jumat (13/10/2023) lalu, jumlahnya baru sebanyak 27 peserta.
Vice President Bursa CPO Indonesia Commodity & Derivatives Exchange (ICDX) atau Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia (BKDI) Yohanes F Silaen mengatakan mereka merupakan gabungan penjual dan pembeli. “Jumlah peserta ini mengalami peningkatan dari sebelumnya sebanyak 18 peserta,” kata Yohanes F Silaen seperti dikutip Antara, Senin (27/11/2023).
Agar pelaku usaha tertarik memperdagangkan CPO-nya di Bursa CPO, ICDX melakukan sosialisasi ke daerah sentra perkebunan sawit yang memiliki ekosistem CPO. Salah satunya dilakukan di Pontianak, Kalimantan Barat.
“Sosialisasi yang kami jalankan ini merupakan langkah strategis ICDX untuk mendorong peningkatan jumlah peserta. Peningkatan jumlah peserta ini menjadi penting, karena pada akhirnya juga akan mendorong pertumbuhan volume transaksi,” kata Yohanes F Silaen.
Yohanes menyampaikan, sebagai kepanjangan tangan dari pemerintah, ICDX terus melakukan sosialisasi penyelenggaraan pasar fisik CPO ke berbagai daerah bersama dengan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) serta melibatkan pemerintah daerah. ICDX melakukan sosialisasi kepada para pemangku kepentingan di Pontianak, pekan ini, yang diikuti 123 perusahaan pabrik pengolahan kelapa sawit.
Menurut dia, sosialisasi di Pontianak ini sangat strategis lantaran Kalimantan Barat memiliki lahan perkebunan sawit yang luas. Sehingga memiliki potensi yang tinggi dalam ekosistem bursa CPO.
“Para petani serta pabrik pengolahan sawit tentunya menjadi pemangku kepentingan utama di ekosistem Bursa CPO ini. Juga menjadi tugas ICDX untuk memberikan sosialisasi terkait mekanisme perdagangan CPO di bursa kepada para pemangku kepentingan tersebut,” ujar Yohanes.
Ia menyampaikan, berdasarkan data Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat, saat ini terdapat lahan seluas 3,4 juta hektare (ha) lahan kebun sawit yang sudah memiliki Izin Usaha Perkebunan (IUP).
Sebelumnya, Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Eddy Martono mengatakan, salah satu alasan yang membuat pelaku usaha masih enggan masuk ke bursa karena adanya biaya-biaya tambahan di luar transaksi perdagangan itu sendiri.
Sebut saja biaya anggota bursa sekitar Rp60 juta per tahun. Kemudian, biaya jaminan transaksi senilai Rp32 juta. “Para pengusaha menantikan insentif dari pemerintah agar makin banyak pengusaha berpartisipasi dalam bursa tersebut,” katanya.
Kepala Bappebti Didid Noordiatmoko membeberkan pemerintah tengah menggodok rencana pemberian insentif kepada produsen CPO yang masuk ke bursa CPO. Didid mengatakan rencana insentif tersebut masih digodok bersama kementerian dan lembaga lainnya.
Misalnya, ihwal insentif pajak akan dibahas lebih lanjut di Kementerian Keuangan. Begitu pula untuk insentif Domestic Market Obligation (DMO) untuk ekspor dibahas lebih lanjut bersama Dirjen Perdagangan Dalam Negeri.
Namun, menurutnya pembahasan tersebut hingga saat ini belum terlampau jauh. “Karena ini masih berupa kajian. Kajian ini harus kita buktikan dengan kondisi lapangannya, kira-kira begitu,” ujar Didid usai menghadiri Indonesian Palm Oil Conference (IPOC) 2023 di Nusa Dua, Bali, Kamis (2/11/2023). (SDR)