JAKARTA – Kelapa sawit bisa memenuhi kebutuhan pangan dan energi saat ini dan masa yang akan datang. Tak hanya itu, sawit merupakan industri yang nihil limbah (zero waste).
“Jangankan produk utamanya, limbah sawit juga bisa menghasilkan gas methana yang bisa diubah menjadi sumber energi terbarukan,” ujar Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Hadi Sugeng saat membuka acara Seminar Nasional Percepatan Peningkatan Pemanfaatan Gas Metana di Pabrik Kelapa Sawit sebagai Sumber Listrik, Bio-CNG dan Hidrogen di Jakarta, Rabu (31/1/24).
Hadi menjelaskan, limbah kelapa sawit (janjang kosong, limbah padat dan cair) juga dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan antara lain energi, partikel board, pupuk, pakan ternak dan lain-lain.
Namun, menurutnya proses bisnis dari industri emas hijau ini mempunyai beberapa tantangannya tersendiri. Di antaranya aspek lingkungan, yang salah satunya adalah upaya pengurangan emisi gas rumah kaca dalam bentuk pemanfaatan gas metana.
Hadi menjelaskan bahwa tanaman kelapa sawit menghasilkan biomasa, seperti pelepah, tandan kosong, fiber, cangkang. Dalam proses produksi minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) sebagian kecil biomasa ini terbawa dalam limbah cair dan harus dibusukan agar limbah cair memenuhi syarat Chemical Oxygen Demand (COD) dan Biochemical Oxygen Demand (BOD) untuk dapat dilepaskan ke badan air atau dimanfaatkan sebagai pupuk.
“Proses pembusukan ini menghasilkan gas metana yang merupakan salah satu penyumbang global warming dengan potensi 27,9 kali dari emisi CO2,” kata Hadi Sugeng.
Dengan teknologi methane capture, kata Hadi Sugeng, gas methana dapat diubah menjadi energi yang dapat memangkas biaya produksi minyak kelapa sawit. Pasalnya dapat mentransformasi menjadi energi yang digunakan sebagai pengganti bahan bakar ke tungku boiler.
“Selain itu juga dapat diproses dan dimanfaatkan sebagai bahan bakar gas engine penggerak genset (listrik) hingga sebagai pengganti LPG atau Liquified Petroleum Gas,” jelas Hadi.
Dilihat dari aspek ekonomi, Project Management Section Head PT Dharma Satya Nusantara Tbk, Setyoardi Purwanto mengatakan pemanfaatan energi terbarukan berbasis Palm Oil Mill Effluent (POME) ke depan akan memberikan nilai ekonomi yang besar. Pasalnya dapat mengganti listrik PLN yang berbahan bakar diesel, genset, solar dan LPG untuk digunakan di pusat perbelanjaan dan juga hotel.
Selain memberikan dampak positif dalam segi ekonomi, pemanfaatan POME sejalan dengan agenda pemerintah Indonesia dalam memenuhi komitmen Net Zero Emission (NZE) 2060 serta perjanjian Paris Agreement sebagai upaya global untuk mengatasi perubahan iklim dunia. Sinergi yang baik antara pemerintah dengan sektor swasta menjadi kunci dalam tercapainya target-target yang sudah ditetapkan.
Sejauh ini industri batubara masih mendominasi pangsa pemanfaatan energi nasional, sedangkan pemanfaatan EBT (energi baru terbarukan) masih rendah. “Kolaborasi serta kerja sama untuk pemanfaatan energi yang berkelanjutan diperlukan untuk memenuhi target komitmen Indonesia dalam mencapai target NZE 2060,” ujar Edi Wibowo, Direktur Bio Energi Ditjen EBTKE Kementerian ESDM.
Pengamat lingkungan Petrus Gunarso mengatakan perlu dilakukan koordinasi antara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), khususnya yang menangani sampah dan limbah dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) baik EBTKE (Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi) maupun Ditjen Migas (Minyak dan Gas Bumi) untuk implementas pencapaian target Nationally Determined Contributions (NDC) sektor energi.
Selain manfaatnya bagi lingkungan, industri kelapa sawit Indonesia dikenal sebagai penyumbang devisa terbesar di luar sektor tambang. Hal ini dibuktikan dengan fakta bahwa produk turunan sawit telah diekspor ke 160 negara dan kontribusi devisa sebanyak Rp600 triliun di 2022. (SDR)