JAKARTA – Langkah Indonesia membangun, mengembangkan, dan terus memperkuat industri hilir berbasis minyak sawit adalah hal yang sangat tepat. Hilirisasi akan membawa dua dampak positif: memperkuat serapan di pasar domestik dan dalam jangka panjang menjamin keberlanjutan industri sawit Indonesia.
Penegasan ini disampaikan pakar ekonomi dan komoditas strategis Dr Tungkot Sipayung kepada SAWITKITA. Pengembangan industri hilir sawit tidak boleh mundur, tetapi harus terus bergerak ke depan baik dalam industri oleokimia, pangan, maupun energi baru dan terbarukan.
“Sebelum tahun 2010, hilirisasi minyak sawit Indonesia sebagian besar terjadi di negara-negara importir minyak sawit. Kondisi tersebut mengakibatkan Indonesia sangat tergantung pada pasar minyak sawit dunia dan nilai tambah produk hilir sawit justru dinikmati negara-negara importir. Sekitar USD 32,8 miliar setiap tahun nilai tambah hilir sawit dinikmati negara-negara importir,” kata Tungkot.
Tungkot mengatakan, hilirisasi sawit di dalam negeri sebelumnya berjalan lambat. Kemajuan yang cukup pesat dan signifikan terjadi setelah tahun 2015, setelah diintegrasikannya kebijakan hilirisasi sawit domestik dengan kebijakan perdagangan internasional yakni pungutan ekspor minyak sawit. Tujuan utama hilirisasi sawit di Indonesia mencakup:
(1) meningkatkan nilai tambah di dalam negeri; (2) mengurangi ketergantungan Indonesia pada pasar minyak sawit dunia; (3) mengubah komposisi ekspor Indonesia dari dominasi bahan mentah menjadi produk olahan, dan (4) substitusi impor untuk produk-produk yang dapat digantikan oleh produk olahan dari sawit.
“Kebijakan hilirisasi sawit harus terus diimplementasikan secara konsisten, masif, dan progresif agar industrialisasi sawit di Indonesia mampu mencetak kemajuan signifikan. Ini bisa ditunjukkan dengan pemenuhan kebutuhan domestik dari produk berbasis sawit untuk menggantikan produk impor dan peningkatan ekspor sawit yang didominasi produk jadi bernilai ekonomi lebih tinggi. Hal ini akan menciptakan “kue ekonomi” yang lebih besar untuk dinikmati oleh masyarakat Indonesia,” kata Tungkot yang juga Direktur Eksekutif PASPI (Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute).
Senada dengan Dr Tungkot Sipayung, doktor ekonomi Universitas Indonesia (UI) Dr Saleh Husin juga menggarisbawahi arti penting hilirisasi. Hilirisasi industri sawit dapat memperkuat perekonomian nasional, karena meningkatkan nilai tambah produk ekspor dan menurunkan impor.
“Hilirisasi di dalam negeri memerlukan produk hulu yang lebih banyak, sehingga ekspor produk hulu harus menurun,” kata Dr Saleh Husin yang pernah menjabat Menteri Perindustrian di era Presiden SBY.
Dalam kalkulasi Saleh, apabila ekspor produk hulu sawit bisa turun sebesar 5% dan ekspor produk hilir meningkat 15%, diperkirakan devisa Indonesia akan meningkat sebesar USD 7 miliar per tahun. Dengan demikian, Produk Domestik Bruto yang merupakan indikator pertumbuhan ekonomi juga akan meningkat.
“Hilirisasi industri sawit juga dapat meningkatkan posisi tawar Indonesia di perdagangan dunia,” katanya.
Menurut Saleh, pembeli minyak kelapa sawit Indonesia terdiri atas dua kelompok, yakni pembeli untuk memenuhi kebutuhan dalam negerinya, seperti India dan Tiongkok. Dan pembeli yang menjual kembali ke negara lain, seperti Malaysia dan Belanda. Negara yang menjual kembali produk kelapa sawit Indonesia mengambil keuntungan sangat besar. Dengan adanya hilirisasi, Indonesia dapat memperkecil ekspor ke negara pedagang kelapa sawit, dengan tidak mengurangi produksi nasional.
Pengembangan industri hilir sawit juga akan sukses dengan dukungan yang konsisten dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
“Kami mendukung pengembangan industri sawit dari hulu sampai ke hilir. Ini sesuai dengan kebijakan pemerintah terkait peran BPDPKS. Tantangannya adalah bagaimana program-program hulu hilir sawit ini bisa semakin integratif,” kata Kabul Wijayanto, Direktur Perencanaan dan Pengoperasian Dana serta Pj Direktur Kemitraan BPDPKS.
Keberhasilan Indonesia dalam hilirisasi sawit akan memperkuat posisi Indonesia sebagai pemegang pangsa terbesar dalam perdagangan minyak sawit di pasar dunia. (LIA)