BEKASI – Hilirisasi perlu terus dilakukan Indonesia guna menghadapi berbagai berbagai persoalan yang melingkupi kelapa sawit. Hilirisasi juga bisa meningkatkan nilai tambah produk kelapa sawit di dalam negeri.
Hal itu diungkapkan Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) Eddy Abdurrachman saat memberikan kuliah umum di Kampus Politeknik Kelapa Sawit Citra Widya Edukasi (CWE) di Auditorium Poltek Kelapa Sawit CWE Bekasi, Kamis (13/6/2024).
Menurut Eddy, saat ini perkebunan kelapa sawit masih banyak menghadapi berbagai tantangan. Tantangan tersebut antara lain produktivitas yang masih rendah, kampanye hitam, masalah perkebunan yang berada dalam kawasan hutan, isu legalitas dan perizinan, gangguan usaha dan konflik, serta hambatan akses pasar di beberapa negara tujuan ekspor.
“Untuk menghadapi tantangan tersebut, pentingnya hilirisasi atau peningkatan nilai tambah produk kelapa sawit. Hilirisasi ini mencakup berbagai sektor, seperti oleo food complex, oleo chemical, bio energy complex, bio solar (plan), dan sisanya untuk ekspor,” katanya.
Menurut Eddy, luas perkebunan kelapa sawit saat ini mencapai 16,38 juta hektare (ha), dengan 8,68 juta ha dikelola oleh perkebunan besar swasta, 6,72 juta ha dikelola oleh petani sawit plasma dan swadaya, serta 980.000 ha dikelola oleh perusahaan negara.
Untuk memenuhi tuntutan keberlanjutan dan mewujudkan perkebunan kelapa sawit yang ramah lingkungan dan sosial, pemerintah telah menerbitkan Perpres No. 44 Tahun 2020 tentang Sistem Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia yang kemudian diimplementasikan melalui Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO). Kebijakan ISPO ini mencakup tujuh prinsip keberlanjutan.
Pemerintah juga mendorong kebijakan Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) dan mendorong petani yang sudah melakukan PSR mampu memenuhi sertifikasi ISPO. “Dana hibah untuk PSR mencapai Rp60 juta per ha, dengan maksimal pengajuan untuk 4 ha untuk saat ini,” kata Eddy.
Selain itu, untuk pengembangan sumber daya manusia, BPDPKS telah menerapkan program pendidikan vokasi untuk strata satu (S1) dengan 6.255 siswa/siswi penerima beasiswa, di mana sekitar 3.025 siswa/siswi telah lulus. “BPDPKS juga mendukung program penelitian dan pengembangan sektor sawit bekerja sama dengan lembaga penelitian dan pendidikan tinggi di Indonesia,” katanya.
Kuliah umum ini menjadi ajang penting untuk meningkatkan pemahaman generasi muda mengenai peran strategis mereka dalam mendukung keberlanjutan industri kelapa sawit. Eddy Abdurachman menegaskan komitmen BPDPKS dalam mendukung pendidikan, penelitian, dan pengembangan untuk kemajuan sektor sawit di Indonesia. (ANG)