JAKARTA – Dana yang dikelola oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) untuk membayar insentif selisih harga indeks pasar antara biodiesel dan solar turut menjaga stabilisasi harga minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO).
“BPDPKS itu kan sebenarnya sebagai juru bayar. Perannya karena kita permintaan dalam negeri terus meningkat, salah satunya karena adanya biodiesel. Dengan ada biodiesel itu bisa menjaga harga di situ,” kata Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Eddy Martono seperti dikutip Antara di Jakarta, Jumat (15/12/2023).
Eddy menilai upaya pemerintah memanfaatkan sawit untuk dikonversi menjadi biodiesel merupakan strategi yang tepat dalam menjaga stabilisasi harga CPO di tengah adanya larangan ekspor CPO.
Diakuinya, pelarangan tersebut berdampak pada membanjirnya produksi tandan buah segar (TBS) hingga tangki milik produsen penuh. Namun, melalui program biodiesel yang menggunakan CPO sebagai bahan baku berhasil membuat harga tidak jatuh terlalu dalam dan perlahan mulai naik.
GAPKI mencatat saat larangan ekspor CPO resmi diberlakukan pada akhir April 2022 lalu, harga TBS kelapa sawit turun dari Rp3.500 per kg menjadi Rp1.500-Rp1.800 per kg. Pada saat itu, ungkap Edy, tidak hanya petani yang menjerit tapi perusahaan sawit turut mengeluh. Namun melalui perluasan mandatori biodiesel mampu membuat harga TBS perlahan naik dengan angka berkisar Rp2.300-Rp2.500 per kg.
“Sebenarnya peran BPDPKS mengutip. Kemudian mereka membayar dan waktu membayar itu mereka melihat sudah sesuai belum dengan aturan yang ada. Sejauh ini menurut kami pembayaran tidak ada masalah. Selama dia sudah comply (patuh), semua oke, pasti akan keluar,” ucap Eddy.
Senada, Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Gulat ME Manurung berpendapat keberadaan BPDPKS dapat menjadi mesin waktu bagi petani kelapa sawit menuju produktivitas dan tercapainya hilirisasi.
Menurutnya, semakin sedikit CPO yang tersedia di pasar global, maka harga CPO dan TBS akan terdongkrak. Belum lagi dengan pengolahan CPO menjadi biodiesel yang mana pembayarannya dilakukan oleh BPDPKS.
“Jika semakin sedikit CPO yang tersedia di pasar global, maka akan naiklah harga CPO dan harga TBS kami akan terdongkrak. Indonesia merupakan produsen CPO terbesar, dan di saat bersamaan Indonesia sebenarnya juga konsumen CPO terbesar juga di dunia. Jadi, kuncinya adalah serapan biodiesel domestik,” tutur Gulat. (SDR)