SURABAYA – Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) terus mendukung kemajuan industri perkebunan kelapa sawit di Indonesia dengan berbagai inovasi dan penemuan terbarunya.
Para penelitinya meluncurkan tiga inovasi teknologi untuk mendukung percepatan ekosistem sawit berkelanjutan di Indonesia. Ketiga inovasi ini merupakan hasil program Grand Riset Sawit (GRS) 2023 yang didanai Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
Ketua tim peneliti ITS, Dr. Lila Yuwana, mengatakan bahwa program GRS memungkinkan riset multi-tahun dari hulu ke hilir yang berdampak langsung pada masyarakat. “Skema ini sangat strategis dan berdampak langsung ke masyarakat,” ujar Lila seperti dikutip dari Beritajatim, Senin (23/6/2025).
Baca Juga: Peneliti ITS Ciptakan Angkong Sawit Bertenaga Listrik
Salah satu inovasi utama adalah iFovib-G, robot cerdas berbasis teknologi foton dan getaran untuk mendeteksi penyakit Ganoderma boninense pada batang sawit. Alat ini dikembangkan oleh tim Dr. rer. nat. Ir. Maya Shovitri dari Departemen Biologi ITS.
“Robot ini mampu mendeteksi penyakit sebelum gejala terlihat di permukaan batang, sehingga tindakan pencegahan dapat segera diambil,” jelasnya.
Inovasi kedua adalah Egrek Merah Putih, alat panen sawit digital dengan sensor sudut, kamera pendeteksi kematangan buah, dan sistem bantu potong berbasis machine learning. Alat ini dikembangkan oleh tim Dr. Eng. Erwin Widodo dari Departemen Teknik Sistem dan Industri.
Baca Juga: Perisai 2024 Tampilkan Ragam Inovasi Sawit
Alat ini mampu mengurangi ketergantungan terhadap egrek impor dan meningkatkan efisiensi panen secara signifikan. “Inovasi ini dirancang untuk mengatasi ketergantungan terhadap egrek impor serta meningkatkan efisiensi panen,” katanya.
Sementara itu, inovasi ketiga adalah Electric Wheelbarrow, gerobak angkut listrik yang dikembangkan tim Dr. Lila Yuwana dari Departemen Fisika ITS. Dilengkapi sistem dua roda depan dan differential axle, alat ini mampu menjangkau lahan sempit dan menanjak tanpa membebani tenaga petani. “Gerobak ini bisa diisi ulang dengan tenaga surya dan memiliki jarak tempuh hingga 10 kilometer,” katanya.
Ketiga inovasi tersebut telah diuji coba di Kalimantan Selatan dan Surabaya. Hasilnya, para petani menyambut positif karena mampu meningkatkan efisiensi kerja serta mengurangi kelelahan fisik. Seluruh produk kini tengah disiapkan untuk proses komersialisasi melalui Asosiasi Inventor Indonesia (AII), setelah masa riset berakhir pada 2025.
Baca Juga: BPDPKS Perkuat dan Perluas Riset Sawit Hilir
Kerja sama ITS dan BPDPKS yang kini berubah menjadi Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) ini menjadi bukti kontribusi riset akademik dalam menjawab tantangan nasional, khususnya di sektor sawit. Dengan hilirisasi inovasi, ITS ingin memperkuat peran perguruan tinggi dalam mewujudkan industri sawit yang efisien, mandiri, dan berkelanjutan.
Ketiga inovasi tersebut juga selaras dengan Sustainable Development Goals (SDGs), yakni poin 3 (kehidupan sehat), poin 7 (energi bersih dan terjangkau), serta poin 8 (pekerjaan layak dan pertumbuhan ekonomi). (SDR)