MEDAN – Pekan Riset Sawit Indonesia (Perisai) di Medan pada Oktober 2022 silam membuat wajah Profesor Subagjo tampak berseri. Guru Besar Program Studi Teknik Kimia, Fakultas Teknik Industri Institut Teknologi Bandung (ITB) inilah yang memimpin riset bagaimana mengubah minyak kelapa sawit menjadi bahan bakar nabati. Hasilnya menakjubkan. Bensin Sawit sukses diujicobakan pada kendaraan bermotor. Menempuh jarak 2.000 kilometer rute Bogor-Medan, kendaraan aman-aman saja.
“Minyak sawit adalah hidro karbon, yaitu seperti minyak bumi hanya di ujungnya ada C02. Jika ujungnya diputus (C02) langsung menjadi seperti minyak bumi,” katanya. Profesor Subagjo lulus ITB tahun 1975 dan melanjutkan studi sampai S3 di Universite de Poitier, Prancis tahun 1981. Ia adalah peneliti di Kelompok Keahlian Teknologi Reaksi Kimia dan Katalis dan dikenal sebagai pakar katalis yang menjadi unsur penting mengubah minyak sawit menjadi bensin.
Bensin sawit yang dihasilkan bukan hanya memiliki kandungan Research Octane Number (RON) mencapai 110, lebih tinggi dibandingkan Pertamaz yang hanya 90-98. Bensin yang dibuat 100% dari minyak kelapa sawit ini lebih higienis dan lebih bersih dibanding minyak bumi. Digunakan untuk kendaraan bermotor pun aman. Tidak ada masalah sama sekali. Inovasi yang mengubah minyak sawit menjadi bensin ini tentunya tidak lepas dari Katalis Merah Putih. Tanpa katalis, jangan mimpi membuat bensin dari minyak sawit.
Katalis merupakan jantung di industri kimia. Penggunaan katalis dikenalkan pertama kali oleh John Roebuck di Inggris pada 1746 untuk pembuatan asam sulfat. Katalis terus dikembangkan sampai mampu mempercepat reaksi triliunan kali lipat. Katalis dibuat dari senyawa zat mineral yang dicetak dalam beragam bentuk dan warna berupa butiran yang sangat keras mirip beras, pelet, atau bulatan seperti mutiara. Dengan katalis, reaksi bahan proses dapat lebih efisien dari sisi waktu, bahan baku, energi, dan ramah lingkungan.
Penelian Sejak 1982
Di Indonesia, katalis dikembangkan oleh para peneliti di ITB sejak 1982. Katalis ini digunakan untuk proses perengkahan (cracking) stearin, sisa pabrik minyak goreng untuk menghasilkan bahan bakar minyak seperti bensin. Namun, pengembangan bensin dari stearin tidak mungkin dilanjutkan karena tidak tidak ekonomis sehingga sulit diterima industri. Upaya menemukan bahan bakar non-fosil terus berlanjut melalui pengembangan adsorben H2S dalam gas bumi hasil kerjasama PT Pupuk Iskandar Muda dan ITB pada 1996.
Lompatan besar mulai dilakukan pada 2004. Pertamina dan ITB bergandengan tangan untuk penelitian dan pengembangan katalis Hydrotreating Nafta. Formula katalis ditemukan pada 2007, tapi baru dilakukan pengujian tiga tahun kemudian. Hasilnya lumayan memuaskan. Pengujian menggunakan reaktor skala pilot menyimpulkan katalis itu memiliki aktivitas lebih tinggi dibandingkan katalis komersial. Katalis ini dinamai PITN 100-2T atau katalis Pertamina-ITB. Katalis ini kemudian dikenal dengan Katalis Merah Putih.
Hasil lebih baik dan lebih stabil dibanding katalis impor membuat Pertamina secara resmi menggunakan katalis pada proses Hydrotreating untuk nafta, kerosin, dan diesel pada 2012. Sukses ini mendorong pengembangan katalis PITN-100-2T lebih lanjut antara lain PITD 120-1.3T untuk Treating Diesel (PITD) di Pertamina. Katalis lain yang dihasilkan adalah katalis PIDO 130-1.3T untuk mengkonversi minyak nabati menjadi hidrokarbon parafinik.
Katalis Merah Putih untuk menghasilkan produk biohidrokarbon memiliki beberapa keunggulan antara lain kinerja katalis handal, konversi dan stabilitas melebihi standal, umur katalis lebih panjang, harga bersaing, dan katalis dirancang sesuai kebutuhan operasi. Yang menarik, produk biohidrokarbon sawit berbeda dengan biodiesel karena bersifat drop-in atau dapat digunakan langsung di mesin tanpa harus dicampur dengan bahan bakar fosil. Produk biohidrokarbon itu antara lain diesel sawit, bensin sawit, dan avtur sawit.
Melihat manfaat yang besar, pabrik katalis pertama di Indonesia mulai dibangun pada Maret 2022. Menempati lahan seluas 2 hektar di Kawasan Industri Kujang Cikampek, Jawa Barat. Pabrik ini ditargetkan memproduksi 800 ton katalis per tahun. Pabrik ini dimiliki konsorsium PT Pertamina Lubricants, PT Pupuk Kujang Cikampek, dan PT Rekacipta Inovasi ITB. Dengan adanya pabrik katalis, Profesor Subagjo berharap produksi bensin sawit sudah bisa dikembangkan lebih besar atau dikomersialkan pada tahun 2024.
“Kami sampaikan penghargaan yang tinggi ini pada Pertamina dan ITB yang telah memulai menginisiasi kelanjutan dari proses riset inovasi yang dikembangkan dan itu diujicobakan di Kilang Pertamina,” kata Menteri ESDM Arifin Tasrif pada 18 Maret 2022. (FIR)