JAKARTA – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyatakan berdasarkan pantuan The ASEAN Specialised Meteorological Centre (ASMC) hingga 7 Oktober 2023 pukul 07.00 WIB dan satelit Himawari dari BMKG tanggal 7 Oktober 2023 pukul 10.00 WIB tidak terdeteksi asap lintas batas.
“Memang ada terdeteksi asap di Sumsel, Jambi, Kalsel dan Kalteng, tapi dengan arah angin Indonesia yang bertiup dari tenggara ke barat laut–utara, sehingga kemungkinan tidak ada asap lintas negara,” tegas Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim, Lhaksmi Dhewanti pada saat media briefing di Jakarta (7/10/2023).
Lebih lanjut Lhaksmi menjelaskan bahwa di samping data yang bersumber dari BMKG, KLHK juga menggunakan ASMC sebagai sandingan citra peta sebaran asap, karena ASMC merupakan program kolaborasi regional di antara negara-negara anggota ASEAN. ASMC diselenggarakan di bawah Layanan Meteorologi Singapura, National Environment Agency of Singapore.
ASMC, kata Lhaksmi telah menjadi data rujukan yang digunakan seluruh anggota ASEAN. Indonesia menggunakan data ASMC dan Himawari BMKG dalam memonitor transboundary haze polution/polusi asap lintas batas dan telah konsisten dilakukan sejak 2015 hingga saat ini.
Menurut Lhaksmi, dalam konteks kerja sama Transbondary Haze Pollution, ASEAN telah membentuk ASEAN Coordinating Centre for Transboundary Haze Pollution Control (ACCTHPC) atau Pusat Koordinasi Pengendalian Pencemaran Asap Lintas Batas Tingkat Regional ASEAN.
Keberhasilan negara-negara ASEAN dalam mendirikan ACC THPC merupakan langkah awal menuju pengembangan sistem peringatan dini yang lebih inovatif, mobilisasi sumber daya yang efektif di kawasan, serta upaya yang lebih terkoordinasi antar negara anggota ASEAN.
Diketahui, KLHK melakukan berbagai upaya maksimal dalam pengendalian kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Indonesia. KLHK aktif mengupayakan kegiatan-kegiatan pengendalian kebakaran hutan dan lahan sejak prediksi fenomena El Nino di awal 2023.
Mulai dari upaya-upaya pencegahan, pemadaman, dan penanggulangan pasca karhutla terus ditingkatkan pada bulan September-Oktober yang diprediksi menjadi puncak musim kemarau tahun ini.
Penanganan karhutla di Indonesia dari tahun ke tahun semakin baik. Hal ini bisa dilihat dari indikasi luas areal yang terbakar, jumlah hotspot dan data citra sebaran asap. Meskipun kondisi El-Nino tahun ini lebih kuat dari 2019 dan lebih rendah dibanding El Nino tahun 2015, luas areal yang terbakar berdasarkan data Sipongi KLHK sampai Agustus 2023 hanya sekitar 267.000 ha, sementara total luas karhutla di 2019 tercatat 1,6 juta ha, dan pada 2015 seluas 2,7 juta ha.
Berdasarkan pantauan satelit pada 2015 dan 2023, jumlah hotspot juga terus menurun. Berdasarkan data satelit Terra/Aqua Nasa confident level >80% jumlah hotspot tahun 2015 sebanyak 70.971 titik, sementara pada tahun ini, sampai 7 Oktober 2023 berdasarkan pantauan Satelit Terra/Aqua (NASA) dengan confident level high hanya sebanyak 7.307 titik.
Dari data citra sebaran asap, pada 2015 sempat terjadi asap lintas batas selama 20 hari, pada 2019 menurut pantauan ASMC diduga terjadi asap lintas batas, namun menurut pantauan BMKG tidak terjadi. (SDR)