JAKARTA – Kepala Divisi Komunikasi Perusahaan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) Achmad Maulizal Sutawijaya menegaskan, kampanye positif sawit tidak cukup hanya dilakukan di dalam negeri. Tetapi harus semakin agresif dilakukan di negara-negara yang selama ini diskriminatif dalam perdagangan minyak sawit, seperti negara-negara Uni Eropa.
“Kami sudah menyiapkan strategi kampanye positif di Uni Eropa. Ini sekaligus untuk mengimbangi opini terkait sawit yang masih negatif di kalangan masyarakat dan pengambil kebijakan di Eropa,” kata Maulizal kepada SAWITKITA pada 25 September 2023.
Maulizal memaparkan, ada empat langkah sebagai landasan strategi komunikasi dan kampanye positif sawit di Uni Eropa. Pertama, legal actions untuk menyelesaikan permasalahan diskriminasi terkait perdagangan minyak sawit Indonesia. Kedua, membangun hubungan bilateral dengan negara-negara anggota Uni Eropa.
“Hubungan bilateral yang baik akan menjadi upaya persuasif untuk meredam berbagai diskriminasi dagang terhadap minyak sawit Indonesia,” kata Maulizal.
Langkah ketiga, kata dia, mendukung sertifikasi berkelanjutan yang diakui dunia internasional untuk menembus pasar Uni Eropa. Penguatan standar sertifikasi ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil) juga dilakukan sebagai langkah komunikasi positif sawit di Eropa dan wilayah-wilayah lain di dunia.
“Keempat, melakukan komunikasi media dengan bekerjasama melalui medoa-media terpercaya di Jerman, Prancis, dan Belgia,” kata Maulizal.
Terpisah, Direktur Eksekutif PASPO (PalmOil Agribusiness Strategic Policy Institute) komunikasi sawit akan berjalan efektif jika ada badan nasional yang mengintegrasikan seluruh komponen dari industri sawit.
“Startegi pengembangan industri sawit, termasuk strategi komunikasi sawit, harus seirama, Sekarang ini iramanya masih beda-beda. Ada jaipong, melayu, dan caca. Ketika Eropa menabuh gendang kampanye negatif sawit, kita malah mengikuti irama gendang mereka,” kata Tungkot.
Tantangan komunikasi industri sawit semakin kompleks. Perlu sinergi yang kuat antar semua pemangku kepentingan dalam mata rantai industri sawit Indonesia mulai pemerintah, pengusaha, petani, juga masyarakat umum termasuk mahasiswa. (LIA)