JAKARTA – Penyakit Ganoderma menjadi salah satu hantu dan momok bagi tanaman sawit, baik milik pekebun maupun perusahaan. Upaya menangkap penyakit merugikan dilakukan dengan beragam cara. Namun, mengetahui potensi dan serangan Ganoderma lebih awal tentunya membuat pekebun dan perusahaan sawit bisa lebih waspada. Nah, temuan tim peneliti dari Universitas Indonesia yang dipimpih Dr. Yudan Whulanza ini layak jadi pertimbangan.
Saat ini, deteksi berbasis marka molekuler menggunakan teknik Polymerase Chain Reaction (PCR) dikembangkan untuk mendeteksi lebih cepat infeksi atau serangan Ganoderma. Deteksi ini juga untuk mengenali antagonis lain yang membantu pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT) utama pada kebun sawit.
Tapi, penggunaan instrumen PCR sulit untuk dilakukan di lapangan. Selain harga instrumen yang mahal, proses pengoperasiannya juga memerlukan beberapa tahapan dan alat, serta diperlukan tenaga laboratorium dengan keahlian khusus. Karena itu, Dr. Yudan Whulaza dan tim peneliti Universitas Indonesia meneliti alat deteksi genoderma yang bersifat portable.
Ringkasan hasil riset yang didukung BPDPKS yang dikemas dalam buku Grant Riset Sawit 2023 ini layak jadi pertimbangan. Riset dengan judul Pengembangan Alat Deteksi Cepat Ganoderma Boninense Menggunakan Deteksi DNA Portable ini mengembangkan piranti deteksi molekuler dengan teknologi miniaturisasi. Tujuannya memungkinkan piranti ini jadi lebih portabel dan praktis.
Purwarupa (prototype) alat ini dirancang untuk mendeteksi sampel dalam jumlah sedikit sampai 8 spesimen. Terdapat tiga fitur utama dalam purwarupa ini yaitu: adanya modul preparasi sampel padat menjadi cairan, simplifikasi proses ekstraksi, dan integrasi modul amplifikasi serta deteksi secara optis.
Modul preparasi telah diuji di berbagai sumber sampel yaitu batang, daun, dan Ganoderma. Modul ini mengubah sampel padat menjadi sampel cairan dengan menggunakan prinsip penggerusan. Sedangkan Modul ekstraksi DNA menggunakan teknologi on-chip-extraction secara magnetik untuk menggantikan proses ekstraksi menggunakan sentrifugasi.
Penangkapan DNA pada microbeads magnet digerakkan pada cairan sampel secara bolak-balik. Hasil benchmarking menunjukkan proses ektraksi menggunakan chip yang dijalankan pada portable devicememberikan hasil yang sebanding dengan metode konvensional.
Sedangkan modul ketiga yakni, Modul Amplifikasi menggunakan thermocycler yang telah diverifikasi pada kajian sebelumnya. Berdasarkan amplifikasi DNA, primer yang optimal digunakan adalah primer ITS 1 dan Gan 2 dengan produk PCR (amplikon) sekitar 200 bp. Protokol PCR ini diharapkan dapat digantikan dengan protokol isothermal agar lebih cepat. Tapi, protokol ini membutuhkan desain primer yang perlu studi lebih lanjut.
Dalam modul deteksi dengan metode optis pada sampel cairan. Pada proses deteksi sampel hasil amplifikasi, digunakan prinsip deteksi fluoresens dengan sumber LED warna biru. Sinar diteruskan dan dilewatkan longpass filter yang ditangkap oleh photosensor dan memberi ukuran secara kuantitatif. Hasil ini dibandingkan dengan data-data pembanding (control) dan memberikan hasil positif atau negatif adanya kandungan Ganoderma pada sampel.
Tahap akhir proyek ini adalah integrasi semua modul (preparasi-ekstraksi-amplifikasi-deteksi) dalam satu mobile-lab. Proses integrasi memerlukan semua modul berfungsi secara penuh dan telah dibandingkan dengan standar emas (PCR konvensional). Mobile-lab dengan ukuran 40 x 30 x 10 cm ini untuk menampung semua modul di atas elanjutnya dicobakan di lapangan. (NYT)