JAKARTA – Dugaan manipulasi ekspor produk turunan kelapa sawit membuka kembali potensi kebocoran penerimaan negara dari sektor hilir. Dugaan ini melibatkan PT Mitra Mentari Sentosa (PT MMS).
Operasi gabungan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Kepolisian Negara RI menemukan 87 kontainer berisi fatty matter yang terbukti mengandung produk turunan crude palm oil (CPO), komoditas yang seharusnya dikenai bea keluar (BK) dan pungutan ekspor (PE).
Direktur Jenderal Bea dan Cukai Djaka Budi Utama menjelaskan, operasi gabungan tersebut melibatkan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Direktorat Jenderal Pajak, dan Satuan Tugas Khusus (Satgassus) Polri. Tim gabungan mengungkap dugaan pelanggaran ekspor produk turunan CPO oleh PT MMS di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta.
Baca Juga: Pendapatan Negara dari Bea Keluar Produk Sawit Melesat Hampir 2.000%
“Negara tujuannya China. Kami melakukan pendalaman karena menemukan pola baru penghindaran pajak. Sebelumnya modus memakai POME diawasi, lalu bergeser ke fatty matter,” ujar Djaka Budi Utama di New Port Tanjung Priok, Jakarta Utara, Kamis (6/11/2025).
Barang senilai Rp28,7 miliar itu semula dilaporkan sebagai fatty matter, komoditas yang tidak termasuk dalam larangan atau pembatasan ekspor (Lartas) dan bebas bea keluar. Namun, hasil pemeriksaan laboratorium Bea Cukai dan IPB menunjukkan kandungan produk turunan sawit wajib dikenai pungutan ekspor.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyebut pola ekspor ilegal ini bukan kasus tunggal. “Dari satu komoditas saja, nilai transaksi mencapai sekitar Rp2,8 triliun. Kami sedang mendalami perusahaan-perusahaan lain yang menggunakan pola serupa,” kata Sigit.
Baca Juga: Dapat Tekanan Tarif Pajak Impor dari AS, Bea Keluar CPO Bakal Dipangkas
Satuan Tugas Khusus Optimalisasi Penerimaan Negara (Satgasus OPN) Polri menemukan praktik manipulasi klasifikasi dan nilai transaksi ekspor untuk menghindari kewajiban pajak. Dari hasil kajian, ekspor fatty matter ke China melonjak signifikan setelah ekspor Palm Oil Mill Effluent (POME) dibatasi pada 2025.
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mencatat, sepanjang 2025 terdapat 25 wajib pajak yang melaporkan ekspor fatty matter dengan nilai PEB Rp2,08 triliun. Pola ini menimbulkan selisih mencolok antara data ekspor Indonesia dan data impor China, atau dikenal sebagai mirror gap.
Kemenkeu dan Polri menilai anomali ini sebagai bentuk shadow economy yang menggerus penerimaan negara. Pemerintah berkomitmen memperkuat pengawasan ekspor sawit dengan integrasi data lintas instansi dan sistem pengawasan berbasis risiko agar kebocoran fiskal dapat ditekan.
“Penegakan hukum dan koordinasi lintas lembaga terus diperkuat agar tidak ada lagi celah bagi pelaku usaha memanipulasi dokumen ekspor,” tegas Djaka. (ANG)

