JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) memberikan batas waktu kepada Musim Mas Group dan Permata Hijau Group untuk melunasi uang pengganti sebesar Rp4,4 triliun dalam perkara korupsi korporasi ekspor crude palm oil (CPO) atau bahan baku minyak goreng.
Musim Mas Group diketahui baru menyetorkan Rp1,18 triliun dari total kewajiban uang pengganti sebesar Rp4,89 triliun. Sementara Permata Hijau Group baru membayar Rp186,4 miliar dari total uang pengganti Rp937,55 miliar. Adapun Wilmar Group telah melunasi seluruh kewajibannya sebesar Rp11,88 triliun.
“Memang ada sisa yang belum kita dapatkan untuk dua grup perusahaan. Kalau satu grup, satu perusahaan sudah dilunasi, sudah selesai yang untuk Wilmar. Sedangkan untuk Musim Mas Grup dan grup perusahaan Permata Hijau ada kekurangan,” kata Kapuspenkum Kejagung, Anang Supriatna kepada awak media di Kompleks Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa (21/10/2025).
Baca Juga: Penampakan Uang Sitaan Kejagung dari Musim Mas dan Permata Hijau Senilai Rp1,3 Triliun
Anang menegaskan, apabila dua korporasi tersebut tidak melunasi kewajibannya, maka aset perusahaan maupun pihak yang bertanggung jawab akan dirampas dan dilelang.
“Kejaksaan nantinya akan meminta batas waktu untuk segera dilunasi kerugian negaranya. Dan nanti apabila batas waktu belum juga (melunasi), ya aset yang disita akan kita lelang nantinya,” ujarnya.
Total kerugian negara dalam perkara ini mencapai Rp17,7 triliun. Dari jumlah tersebut, Kejagung telah menerima Rp13,25 triliun dari para korporasi.
Uang Rp13,25 triliun itu kemudian diserahkan Jaksa Agung ST Burhanuddin kepada Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, disaksikan langsung Presiden Prabowo Subianto di Gedung Utama Kejagung, Senin (20/10/2025).
Baca Juga: Kejagung Sita Rp1,3 Triliun dari Musim Mas dan Permata Hijau
Pada kesempatan tersebut, Jaksa Agung menyampaikan bahwa dua korporasi meminta penundaan pelunasan, namun tetap diminta menyerahkan jaminan.
“Mereka (Musim Mas Group dan Permata Hijau Group) meminta penundaan. Dan kami, karena situasinya mungkin perekonomian, kami bisa menunda. Tetapi dengan satu kewajiban bahwa mereka harus menyerahkan kepada kami ya kelapa sawit,” kata Burhanuddin.
Ia menegaskan, Kejaksaan akan meminta jaminan berupa kebun kelapa sawit dan aset perusahaan milik dua korporasi tersebut sebagai bentuk tanggung jawab atas kekurangan pembayaran uang pengganti senilai Rp4,4 triliun.
“Dan mungkin (membayar) cicilan-cicilan, tapi kami juga akan meminta kepada mereka untuk tetap ada tepat waktunya. Kami tidak mau ini berkepanjangan, sehingga kerugian-kerugian itu tidak kami segera kembalikan,” lanjutnya.
Sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) mengabulkan permohonan kasasi jaksa penuntut umum (JPU) Kejagung dalam kasus korupsi ekspor CPO dengan terdakwa tiga korporasi besar, yakni Wilmar Nabati Group, Musim Mas Group, dan Permata Hijau Group.
Putusan itu membatalkan vonis lepas (onslag) yang sebelumnya dijatuhkan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (19/3/2025). “Amar putusan: Kabul=JPU,” demikian bunyi putusan kasasi yang dikutip dari laman resmi MA, Kamis (25/9/2025).
Perkara ini teregister dengan nomor 8432 K/PID.SUS/2025. “Status: perkaranya telah diputus, sedang dalam proses minutasi oleh majelis,” demikian informasi laman tersebut.
Majelis kasasi diketuai Dwiarso Budi Santiarto dengan anggota Agustinus Purnomo Hadi dan Achmad Setyo Pudjoharsoyo, serta panitera pengganti Wanda Andriyenni.
Dalam tuntutannya, JPU Kejagung menilai ketiga korporasi terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama, dan dijatuhi hukuman uang pengganti serta denda.
Belakangan, penyidik Jampidsus Kejagung membongkar dugaan suap Rp40 miliar terkait vonis lepas di tingkat pertama yang menyeret hakim, pengacara, dan perwakilan korporasi. (ANG)

