NUSA DUA – “No Palm Oil, No Life” menjadi slogan baru yang dipopulerkan Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) Eddy Abdurrachman dalam salah satu sesi Indonesian Palm Oil Conference (IPOC) 2023.
Slogan ini sangat relevan dengan kenyataan bahwa minyak kelapa sawit merupakan minyak nabati paling serbaguna di dunia dan paling produktif dengan penggunaan lahan paling sedikit pada setiap ton yang dihasilkannya. Produk dari minyak sawit diperlukan untuk memenuhi kebutuhan hidup penduduk dunia mulai dari bahan makanan, kosmetik, perawatan tubuh lainnya serta energi yang ramah lingkungan.
Bioenergi termasuk biofuel memainkan peran penting dalam usaha Indonesia mencapai target transisi energi untuk mencapai zero emission. Saat ini target emisi sudah mencapai 30% dan bioenergi merupakan kontributor utama dalam mencapai target tersebut.
“Program mandatori biodiesel merupakan salah satu kunci dalam mencapai penurunan emisi gas rumah kaca di Indonesia,” tegas Direktur Jenderal Energi Baru dan Terbarukan (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yudo Dwiananda Priaadi dalam Indonesian Palm Oil Conference 2023 yang diselenggarakan di Nusa Dua, Bali, Kamis (2/10/23).
Untuk mencapai target zero emission, ke depan Indonesia membutuhkan lebih banyak pasokan kelapa sawit. “Sebagai program mandatori, implementasi biofuel melalui B35 pada tahun 2023 memiliki alokasi dari domestik sebesar 13,15 juta kilo liter dan diharapkan dapat mencapai 13,9 juta kilo liter pada 2025. Hingga September 2023, kontribusi domestik dalam B35 sudah mencapai 8,9 juta kilo liter (68%) serta yang diekspor telah mencapai 121.000 kilo liter,” jelas Yudo.
Tidak hanya biodiesel, Indonesia kini tengah mengembangkan penggunaan energi terbarukan lainnya yang berbahan kelapa sawit. Baru-baru ini, pemerintah melalui maskapai plat merah telah menguji coba bahan bakar pesawat terbang atau bioavtur yang merupakan hasil dari penelitian Pertamina dan Institut Teknologi Bandung (ITB).
“Tes sudah mulai dilakukan dengan pencampuran 2,4% bioavtur dalam komposisi bahan bakar pesawat CN-235-220 FTB dan berhasil. Produksi biovatur secara masif akan dilaksanakan pada tahun 2026,” ungkap Yudo. (SDR)