Close Menu
Sawit Kita

    Subscribe to Updates

    Get the latest creative news from FooBar about art, design and business.

    What's Hot

    Industri Sawit Berkomitmen terhadap Hak Anak dan Pekerja Perempuan

    2 Desember 2025

    Nila Riana Perempuan Pertama Pimpin APINDO Riau

    1 Desember 2025

    Pejabat Eselon 1 Kementan Dirombak, Suwandi Jadi Sekjen

    28 November 2025
    Facebook X (Twitter) Instagram
    Facebook X (Twitter) Instagram Pinterest Vimeo
    Sawit KitaSawit Kita
    • Home
    • Sawit

      Industri Sawit Berkomitmen terhadap Hak Anak dan Pekerja Perempuan

      2 Desember 2025

      Pejabat Eselon 1 Kementan Dirombak, Suwandi Jadi Sekjen

      28 November 2025

      GAPKI Perkuat Kemitraan Global 

      28 November 2025

      Astra Agro Bukukan Capaian Pengurangan Emisi GRK

      28 November 2025

      Harga Melonjak, Kelapa Lebih Menguntungkan Ketimbang Sawit?

      27 November 2025
    • Klinik

      Grant Riset Sawit 2025: 55 Proposal Lolos Seleksi Presentasi

      11 November 2025

      Mengenal Tandan Partenokarpi dan Cara Pengendaliannya

      27 Februari 2025

      Apakah Pupuk Hayati Cocok untuk Sawit?

      30 November 2024

      Ini Manfaat Asam Humat untuk Tingkatkan Produksi Sawit

      25 November 2024

      Sekat Kanal di Lahan Gambut Tekan Emisi Gas Karbondioksida

      13 September 2024
    • Pertanian

      Pejabat Eselon 1 Kementan Dirombak, Suwandi Jadi Sekjen

      28 November 2025

      Catatan Produksi Beras 2025

      24 November 2025

      ‘Bom Waktu’ Stok Jumbo Beras Bulog

      11 November 2025

      Catatan Setahun Prabowo-Gibran di Bidang Pangan

      20 Oktober 2025

      Harapan untuk Pemerintah 

      6 Oktober 2025
    • Indepth

      ‘Bom Waktu’ Stok Jumbo Beras Bulog

      11 November 2025

      Melihat Bekantan dan Tanaman Endemik di Hutan Konservasi Astra Agro

      3 November 2025

      Digitalisasi Astra Agro Jadi Kunci Ketelusuran Sawit

      2 November 2025

      39% Lahan Sitaan Satgas PKH Tak Ada Tanaman Sawit

      27 Oktober 2025

      B50 Gerus Neraca Perdagangan Rp18,15 Triliun

      21 Oktober 2025
    • Inovasi

      Tim BiFlow ITS Surabaya Juara Kompetisi Inovasi Digital Sawit

      13 November 2025

      Grant Riset Sawit 2025: 55 Proposal Lolos Seleksi Presentasi

      11 November 2025

      Astra Agro Kenalkan Digitalisasi Perkebunan Sawit ke Mahasiswa Agribisnis IPB

      6 November 2025

      Astra Agro Bangun 10 Methan Capture hingga 2030

      3 November 2025

      Digitalisasi Astra Agro Jadi Kunci Ketelusuran Sawit

      2 November 2025
    • Nasional

      Nila Riana Perempuan Pertama Pimpin APINDO Riau

      1 Desember 2025

      Minyak Goreng Impor Ilegal Masuk Lewat Batam

      26 November 2025

      Manipulasi Ekspor Produk Sawit, Kejagung Periksa 40 Orang

      24 November 2025

      Catatan Produksi Beras 2025

      24 November 2025

      Carut Marut Regulasi di Sektor Sawit Picu Iklim Investasi Jadi Labil

      14 November 2025
    • Kisah
    • Korporasi

      Astra Agro Bukukan Capaian Pengurangan Emisi GRK

      28 November 2025

      Sawit Sumbermas Akuisisi Saham SML Rp1,6 Triliun

      27 November 2025

      POSCO Akuisisi Sampoerna Agro Senilai Rp9,44 Triliun

      24 November 2025

      Dukung Transisi Hijau Industri Sawit, BNI Rilis ESG Advisory

      20 November 2025

      Sawit Sumbermas Sarana Dapat Kredit Rp5,2 Triliun 

      20 November 2025
    • Hilir

      Program Biodiesel Ciptakan 2 Juta Lapangan Kerja

      14 November 2025

      UKM dan Koperasi Jadi Pemicu Kemajuan Sawit

      24 Oktober 2025

      Jadikan Harga CPO dan Minyak Bumi sebagai Acuan dalam Penerapan Mandatori Biodiesel

      20 Oktober 2025

      Eropa Banding Putusan WTO soal Sengketa Biodiesel, Mendag: Hanya Ulur Waktu

      7 Oktober 2025

      Harga Biodiesel Oktober Turun Jadi Rp13.921/Liter

      7 Oktober 2025
    Button
    Sawit Kita
    Home » Ongkos Eksperimentasi Penyerapan Gabah Semua Kualitas
    Berita Terbaru

    Ongkos Eksperimentasi Penyerapan Gabah Semua Kualitas

    By Redaksi SawitKita6 Oktober 20253 Views
    Facebook Twitter LinkedIn Telegram Email WhatsApp
    Facebook Twitter LinkedIn Email Telegram WhatsApp Copy Link
    JAKARTA – Kebijakan penyerapan gabah semua kualitas (any quality), seperti yang diperkirakan, membuat kualitas gabah serapan Bulog tidak baik. Per 20 September 2025, total pengadaan gabah kering panen (GKP) oleh Bulog mencapai 4.238.262 ton. Dari jumlah ini, yang sesuai standar kualitas mencapai 1.460.974 ton (34,47%) dan yang tidak memenuhi kualitas sebesar 2.777.288 ton (65,53%) dari total penyerapan GKP.
    GKP dikatagorikan tidak memenuhi kualitas apabila maksimal kadar air dan butir hampa masing-masing lebih dari 25% dan 10%. Rupanya, gabah yang diserap ada yang kadar airnya sekitar 19,36%, tapi ada yang sampai 33,63%. Demikian pula kadar hampa bergerak dari 2,63% hingga 18,32%. Butir hijau antara 1,01% hingga 11,88%. Angka-angka ini menggambarkan secara jelas variasi kualitas gabah: GKP tidak homogen.
    Gabah dengan kadar air, butir hampa, dan butir hijau rendah berbeda penanganannya dengan gabah yang berkadar air, butir hampa, dan butir hijau tinggi. Gabah dengan kadar air tinggi perlu segera dikeringkan agar tidak membusuk dan berkecambah. Gabah dengan kadar air tinggi juga memerlukan waktu pengeringan lebih lama. Penanganan bahan baku beras ini akan lebih mudah dilakukan apabila kualitasnya relatif homogen.
    Baca Juga:
    Menggenjot Volume Penyaluran Operasi Pasar Beras SPHP
    Bisa dibayangkan betapa rumit dan sulitnya menangani kualitas gabah yang tidak homogen dalam jumlah jumbo. Bukan semata-mata karena jumlahnya yang besar, ketika jumlah dan kapasitas pengering (dryer) terbatas, gabah kualitas rendah yang memerlukan penanganan segera bisa saja telantar. Jika itu terjadi, kualitas gabah yang rendah akan kian memburuk. Ketika diolah, beras hasil olahan pasti tidak baik.
    Itulah salah satu ongkos yang harus ditanggung akibat kebijakan penyerapan GKP semua kualitas, seperti diatur di Keputusan Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) No. 14 Tahun 2025 tentang Harga Pembelian Pemerintah (HPP) dan Rafaksi Harga Gabah dan Beras pada 24 Januari 2025 dan Inpres No. 6/2025 tentang Pengadaan dan Pengelolaan Gabah/Beras Dalam Negeri Serta Penyaluran Cadangan Beras Pemerintah, 27 Maret 2025.
    Kebijakan penyerapan GKP semua kualitas terbilang eksperimen berani, bahkan nekat. Mengapa? Karena belum pernah terjadi sebelumnya. Sejak Bulog berdiri 1967 penyerapan gabah/beras selalu diikuti syarat kualitas. Misalnya, dalam buku “Tata Cara Teknis Pemeriksaan Kualitas Gabah/Beras Pengadaan Dalam Negeri” (Bulog, 1983) ditulis gabah harus: bebas hama penyakit; bau busuk, asam atau bau-bau asing lainnya; dan dari tanda-tanda adanya bahan kimia berbahaya (baik secara visual atau organoleptik).
    Baca Juga:
    Pelajaran Mahal Pengalihan Anggaran Penyaluran ke Penyerapan Beras
    Lalu, maksimal kadar air 14%, butir hampa/kotoran 3%, butir mengapur/butir hijau 5%, butir kuning/butir rusak 3%, dan butir merah 3%. Pembelian gabah dengan kualitas di bawah standar ini harus seizin Kepala Bulog (saat ini: Direktur Utama Bulog). Catatan penting lainnya adalah, pengadaan gabah berupa gabah kering giling (GKG), bukan GKP seperti diatur Keputusan Kepala Bapanas No. 14/2025 dan Inpres No. 6/2025.
    Dalam buku yang sama, syarat kualitas beras yang diserap Bulog adalah maksimal kadar air 14%, butir patah 35%, menir 2%, butir mengapur 3%, butir kuning/rusak 3%, butir merah 3%, benda asing 0,05%, dan butir gabah (butir/100 gr) 2% serta minimal derajat sosoh 90%. Syarat ini berbeda dengan yang tercantum dalam Keputusan Kepala Bapanas No. 14/2025: derajat sosoh minimal 100%, maksimal kadar air, butir patah, dan butir menir masing-masing 14%, 25%, dan 2%. HPP beras 2025 di gudang Bulog Rp12.000/kg.
    Lazimnya sesuatu yang baru, pada tahap awal dilakukan uji coba terbatas. Dari uji terbatas itu akan diketahui peluang apabila kemudian diterapkan lebih luas, bahkan bila hendak dieksekusi secara nasional. Bukan saja dampak positif yang terjadi dan perbaikan yang perlu dilakukan, tapi juga konstrain yang bakal muncul berikut dampak buruknya. Ketika dieksekusi secara nasional tanpa uji coba, yang terjadi kemudian adalah ekosistem perberasan terguncang (baca: terdisrupsi) secara besar-besaran.
    Baca Juga:
    Catatan Atas Rencana Penghapusan Beras Premium & Medium
    Di level pelaku usaha di hulu terbuka lebar peluang berperilaku lancung. Lewat berbagai kebijakan, pemerintah selalu mendorong petani berproduksi dengan baik agar hasil produksi baik dan mendapatkan ganjaran harga yang baik juga. Sebagian penggilingan juga membina dan mendampingi petani ihwal bercocok tanam, olah tanah, dan panen padi yang baik. Ketika penyerapan gabah Bulog tidak lagi ada syarat kualitas, aneka kebijakan dan pendampingan cara berproduksi yang baik terguncang.
    Ada cerita unik terkait ini. Sebuah penggilingan besar telah menjalin kemitraan dengan petani. Petani mendapatkan bantuan benih, pupuk, dan pendampingan agronomis. Petani membayar dengan mencicil dari hasil panen. Pembelian gabah petani sesuai harga pasar. Tentu ada syarat kualitas ketat. Rupanya, sebagian petani “selingkuh” alias “pindah ke lain hati” sejak ada kebijakan penyerapan GKP semua kualitas. Petani bengkok komitmennya karena peluang berperilaku lancung terbuka lebar.
    Inilah yang bisa menjelaskan mengapa pada puncak penyerapan, Maret-Mei 2025, ada gabah “aneh-aneh” yang diterima Bulog: gabah kehitaman, gabah banyak butir hijau, gabah berkadar air tinggi, bahkan gabah berkecambah. Bulog tak kuasa menolak. Kalau tidak menyerap, Bulog bisa menjadi sasaran hujatan dan perundungan. Perilaku culas ini tidak monopoli petani. Calo, pengepul atau penebas bisa melakukan hal serupa. Muncul praktik: gabah buruk buat Bulog, gabah baik untuk penggilingan (swasta).
    Laku moral hazard petani dan pihak lain akibat kebijakan pengadaan gabah tanpa memperhatikan kualitas ini bisa berdampak mengganggu keberlajutan swasembada beras. Petani, misalnya, akan cenderung memanen padi dini, sehingga gabah banyak mengandung butir hijau. Butir hijau bila digiling akan menjadi butir mengapur atau hancur jadi tepung. Ini bisa mengancam kontinyuitas swasembada beras.
    Ketika ditargetkan menyerap 3 juta ton setara beras, eksperimentasi baru ini membuat Bulog sebagai operator kedodoran. Itu tampak pada awal-awal penyerapan. Saat ini Bulog memiliki 10 sentra pengolahan padi dan 7 sentra pengolahan beras di berbagai wilayah. Dengan kapasitas giling 6 ton per jam dan asumsi kerja 10 jam sehari dan 25 hari per bulan total produksi hanya 18.000 ton beras per bulan atau 306.000 ton per tahun. Hanya sekitar 10% dari target pengadaan atau 1% dari konsumsi nasional.
    Mau tidak mau Bulog harus menjalin dengan mitra penggilingan untuk menyerap gabah di petani. Termasuk melibatkan Babinsa dan Babinkamtibmas di desa-desa sebagai “penghubung” Bulog dengan petani. Lewat sistem maklon atau jual jasa para mitra, target bisa dipenuhi. Tercatat akhir Agustus 2025 pengadaan mencapai 2.974.453 ton beras. Sistem maklon memang memungkinkan para mitra tetap bisa bekerja dan menyetor beras ke Bulog meski harga gabah di atas HPP: Rp6.500/kg. Caranya, dengan “otak-atik” angka rendemen mitra maklon tetap lancar menyerap gabah dan menyetor beras ke Bulog.
    Akan tetapi, dampak dari praktik ini adalah rendemen pengolahan tidak pasti alias rendah. Data per 20 September 2025, rerata remdemen hanya 50,8%. Ujungnya, harga beras pengadaan Bulog jadi mahal: Rp14.404/kg. Harga ini belum memperhitungkan hasil samping: dedak, bekatul, dan menir. Kalaupun dihitung, harga beras diperkirakan Rp14.104-Rp14.154/kg. Lebih mahal dari HPP beras di gudang Bulog: Rp12.000/kg.
    Harga beras hasil pengadaan ini akan memengaruhi harga pokok beras (HPB) Bulog yang harus dibayar pemerintah. Hampir bisa dipastikan HPB Bulog akan amat mahal. HPB antara lain mencakup biaya pengolahan dan giling gabah, biaya angkutan dan distribusi, biaya bunga bank, biaya penyimpanan dan perawatan, serta biaya managemen dan operasional. HPB dari penyerapan gabah semua kualitas dipastikan lebih mahal dari pengadaan berbentuk beras atau GKP bersyarat kualitas dan ada rafaksi harga.
    Seperti di bidang lain, di industri perberasan pun berlaku kaidah GIGO (garbage in garbage out): kualitas masukan menentukan kualitas keluaran. Gabah kualitas rendah akan menghasilkan beras bermutu rendah juga. Beras seperti ini tidak bisa disimpan lama. Dengan stok beras di gudang Bulog 3,9 juta ton, ada kebutuhan mendesak segera disalurkan. Jika disimpan lama selain berpotensi susut volume, turun mutu, dan bahkan rusak, juga membebani biaya perawatan. Jika rusak kerugiannya kian besar.
    Dampak lain, yang boleh jadi tidak terpikirkan para pembuat kebijakan, adalah potensi penurunan produksi beras. Kualitas beras ditentukan kualitas gabah. Gabah any quality membuat ketidakpastian rendemen dan kualitas beras. Bisa dipastikan gabah any quality membuat rendemen dan kualitas beras turun. Ujung akhirnya produksi beras turun. Potensi penurunan ini belum masuk kalkulas proyeksi produksi BPS.
    Penyerapan GKP semua kualitas juga mempertaruhkan reputasi Bulog. Ini terkait kualitas beras yang tidak baik sebagai konsekuensi penyerapan GKP semua kualitas. Dua tahun terakhir, reputasi Bulog di masyarakat relatif baik. Bukan saja karena kehadiran aneka merek beras premium, tapi juga beras SPHP (Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan) yang bermutu baik. Reputasi baik ini berpotensi kembali tersungkur.
    Adalah benar petani diuntungkan oleh kebijakan GKP semua kualitas dan tanpa rafaksi harga. Penggilingan kecil yang kesulitan berkompetisi mendapatkan gabah juga bisa bekerja dengan jadi mitra maklon Bulog. Akan tetapi, jika ditimbang dalam neraca baik-buruk, kebijakan ini diyakini lebih banyak keburukan ketimbang kebaikannya. Sebaiknya pemerintah mengevaluasi secara menyeluruh sebelum melanjutkan beleid ini.
    Satu yang pasti, kebijakan penyerapan GKP semua kualitas menyalahi sunnatullah. Di mana-mana berlaku kaidah “barang dihargai berdasarkan kualitas”. Bukan dipukul rata harganya sama untuk semua kualitas. Itu tidak adil dan tidak mendidik. Selain itu, dari kebijakan ini juga terbaca betapa infrastruktur pengeringan gabah terbatas. Demikian pula silo. Perlu pemetaan wilayah berdasarkan protensi produksi gabah/beras dikaitkan dengan ketersediaan dryer, silo, dan penggilingan. Dari sini peta jalan perbaikan bisa disusun kemudian dieksekusi sembari menyempurnakan kebijakan.
    Oleh: Khudori (Pengurus Pusat PERHEPI, Anggota Komite Ketahanan Pangan INKINDO, dan Pegiat AEPI)
    Bapanas Bulog penyerapan beras Petani sphp
    Share. Facebook Twitter LinkedIn Email Telegram WhatsApp
    Redaksi SawitKita
    • Facebook

    Related Posts

    Berita Terbaru

    Industri Sawit Berkomitmen terhadap Hak Anak dan Pekerja Perempuan

    2 Desember 2025
    Berita Terbaru

    Nila Riana Perempuan Pertama Pimpin APINDO Riau

    1 Desember 2025
    Berita Terbaru

    Pejabat Eselon 1 Kementan Dirombak, Suwandi Jadi Sekjen

    28 November 2025
    Top Posts

    Satgas PKH Sita 47.000 Lahan Sawit DL Sitorus di Sumut

    24 April 202528,339 Views

    Ini Perbedaan Antara Pupuk Phonska dan Phonska Plus

    15 November 20239,277 Views

    Pupuk Dolomit untuk Sawit, Cocokkah?

    13 Juni 20237,540 Views

    Tekan Emisi Global, Program B40 Dipuji Malaysia

    7 Maret 20253,542 Views

    Genggam Aset Rp42,6 Triliun, Sinar Mas Jadi Perusahaan Sawit Terbesar di Indonesia

    31 Oktober 20233,108 Views
    Stay In Touch
    • Facebook
    • YouTube
    • TikTok
    • WhatsApp
    • Twitter
    • Instagram
    • Telegram
    Facebook Instagram X (Twitter) LinkedIn Telegram WhatsApp
    • Tentang Kami
    • Redaksi
    • Pedoman Media Siber
    © 2025 SawitKita. Made by MR.

    Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.