JAKARTA – Kasus pencantuman label ‘Palm Oil Free’ atau bebas minyak sawit pada produk coklat kembali terulang di Indonesia. Kali ini dilakukan oleh CV Korté Mitra Kreasi, produsen coklat dengan merek dagang Korté Chocolate Cashew & Seasalt.
Korté mencantumkan label ‘Palm Oil Free’ di kemasannya. Padahal, pemerintah sudah seringkali mengingatkan produsen makanan agar tidak menggunakan label ‘Palm Oil Free’ pada kemasannya.
Argumen pemerintah ini sesuai dengan regulasi yaitu UU No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan pada pasal 96 angka (1) dan BPOM RI pasal 67 poin I peraturan BPOM Nomor 31/2008 tentang Label Pangan Olahan.
Produsen Korté Chocolate Cashew & Seasalt pada kemasan belakangnya mencantumkan label ‘Palm Oil Free’. Dalam UU No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan pada pasal 96 angka (1) disebutkan bahwa pemberian label pangan bertujuan untuk memberikan informasi yang benar dan jelas kepada masyarakat tentang setiap produk pangan yang dikemas sebelum membeli dan atau mengonsumsi pangan.
Sedangkan, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI menegaskan bahwa secara hukum pemasangan label ‘No Palm Oil’ atau ‘Palm Oil Free’ bertentangan dengan pasal 67 poin I peraturan BPOM No.31 Tahun 2008 tentang Label Pangan Olahan, di mana “Pelaku usaha dilarang mencantumkan pernyataan, keterangan, tulisan, gambar, logo, klaim dan/atau visualisasi yang secara langsung atau tidak langsung merendahkan barang dan/atau jasa pihak lain”.
Korté Chocolate Cashew & Seasalt diproduksi oleh CV Korte Mitra Kreasi yang berlokasi di Surabaya, Jawa Timur. Dalam kemasannya, produk ini telah memiliki nomor PIRT yaitu 5093578035150-26. Selanjutnya, produk ini juga telah memperoleh label Halal dari Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama (Kemenag).
Tetapi, kemasan makanan ini tidak mencantumkan izin edar dari BPOM di kemasannya. Ini artinya, produsen belum mengikuti Peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Nomor 27 Tahun 2017.
Dalam aturan dikatakan setiap pangan olahan yang diproduksi di dalam negeri atau yang diimpor untuk diperdagangkan dalam kemasan eceran, pelaku usaha pangan wajib memiliki izin edar.
Sementara itu, Nomor PIRT adalah izin edar yang dikeluarkan oleh oleh Bupati/Wali Kota, khususnya Unit Pelayanan Terpadu Satu Pintu berdasarkan kategori pangan dan tingkat resiko.
Dasar hukum diterbitkannya nomor PIRT mengacu kepada Peraturan BPOM Nomor 22 Tahun 2018 Tentang Pedoman Pemberian Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga dan Peraturan BPOM No 10 Tahun 2021 tentang Standar Kegiatan Usaha dan Produk pada Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Sektor Obat dan Makanan. Dalam aturan ini juga dikatakan bahwa produsen makanan olahan juga mengacu kepada standar terkait label dan iklan pangan mengikuti peraturan yang berlaku.
Tentu saja, Korté Chocolate saat mengajukan produknya mendapatkan izin PIRT, juga menampilkan kemasan yang akan diedarkan kepada konsumen. Kalau mekanisme ini dilakukan sesuai persyaratan, kemasan yang memuat label Palm Oil Free seharusnya dapat diantisipasi semenjak awal.
Kejadian ini mengingatkan ke kejadian pada 2019 lalu, di mana ditemukan produk coklat dengan merek dagang Chocolate Monggo yang terang-terangan membuat kampanye negatif melalui tuduhan sepihak bahwa kelapa sawit tidak sehat karena tinggi lemak jenuh (saturated fats). Tuduhan lainnya adalah kelapa sawit dinilai penyumbang utama konversi hutan skala besar.
Informasi negatif kelapa sawit juga ditemukan di dalam toko Chocolate Monggo di Yogyakarta. Ditulisankan bahwa kelapa sawit menyebabkan kerusakan terbesar hutan tropis. Lalu dikatakan, minyak sawit mengakibatkan penyakit jantung. Diketahui, pemilik Chocolate Monggo adalah warga negara Belgia. (SDR)