JAKARTA – Pemerintah melalui Menteri Keuangan telah menyesuaikan tarif pungutan ekspor produk kelapa sawit sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 62 Tahun 2024 tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit.
Sesuai Peraturan Menteri Keuangan tersebut, tarif pungutan ekspor produk kelapa sawit untuk CPO dan produk turunannya berubah yang semula merupakan tarif spesifik menjadi tarif advalorum (persentase dari harga CPO Referensi Kementerian Perdagangan yang berlaku). Sedangkan untuk produk non minyak, tarif pungutan ekspor masih menggunakan tarif spesifik seperti pada kebijakan tarif sebelumnya.
Baca Juga: BPDPKS Dukung Sertifikasi ISPO Petani Sawit
Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) Eddy Abdurrachman mengatakan besaran tarif pungutan ekspor dibagi ke dalam lima kelompok jenis barang. “Yaitu Kelompok I dengan dengan tarif spesifik sesuai jenis barang, Kelompok II sebesar 7,5% dari harga CPO Referensi Kemendag, Kelompok III sebesar 6% dari harga CPO Referensi Kemendag, Kelompok IV sebesar 4,5% dari harga CPO Referensi Kemendag, dan Kelompok V sebesar 3% dari harga CPO Referensi Kemendag,” ujarnya.
Pengenaan tarif baru tersebut mulai berlaku tiga hari setelah diundangkan tanggal 19 September 2024, sehingga mulai berlaku tanggal 22 September 2024. Besaran tarif pungutan ekspor produk kelapa sawit termasuk CPO dan produk turunannya yang berlaku adalah tarif pada tanggal Pemberitahuan Pabean Ekspor diterima oleh Sistem Komputer Pelayanan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Baca Juga: Kelapa Sawit Jadi Lumbung Energi Terbarukan
Penyesuaian tarif pungutan ekspor tersebut merupakan tindak lanjut keputusan Komite Pengarah BPDPKS yang diketuai Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dengan anggota Menteri Pertanian, Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian, Menteri Perdagangan, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Menteri Badan Usaha Milik Negara, dan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas.
Dasar pertimbangan penyesuaian tarif layanan pungutan ekspor adalah untuk meningkatkan daya saing produk kelapa sawit Indonesia di pasar internasional dengan tetap memperhatikan peningkatan kesejahteraan petani kelapa sawit serta keberlanjutan dan pengembangan layanan pada program-program yang dilaksanakan dalam rangka pengembangan industri kelapa sawit nasional dari sektor hulu sampai hilir.
Baca Juga: Ini Dia Sembilan Jenis Bantuan Sarpras bagi Petani Sawit
Dengan perubahan tarif sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 62 Tahun 2024, kewajiban eksportir atas Pungutan Ekspor secara advalorum turun menjadi maksimal 7,5% dari harga CPO dari sebelumnya sebesar hampir 11%. Penurunan tersebut diharapkan dapat meningkatkan daya saing produk kelapa sawit di pasar internasional di tengah semakin kompetitifnya harga minyak nabati lainnya seperti Soybean Oil terhadap harga CPO. (ANG)