JAKARTA – Holding BUMN Perkebunan, PT Perkebunan Nusantara (PTPN) III (Persero) mendesak pemerintah untuk membatasi impor gula konsumsi untuk melindungi menjaga keberlangsungan usaha petani tebu. Karena itu, PTPN III meminta dukungan politik dari DPR untuk mendesak pemerintah menerapkan pungutan (levy) untuk importasi gula.
Direktur Utama PTPN III Mohammad Abdul Ghani mengatakan, saat ini produksi gula di petani masih cenderung minim yaitu di kisaran 4-5 ton per hektare (ha). Di sisi lain, harga pokok penjualan (HPP) gula petani saat ini di level Rp12.500 per kilogram (kg) dipastikan tidak akan bisa bersaing dengan harga gula impor yang hanya di kisaran Rp10.000 per kg.
PTPN, kata Ghani, tengah berupaya untuk mendorong produktivitas gula petani menjadi 8 ton per ha. Menurutnya, persoalan produksi gula petani bukan dipicu oleh faktor pabrik atau varietas tebu yang digunakan. Namun, teknik budi daya tebu dianggap menjadi faktor utama yang menentukan produksi gula petani.
“Kami mohon dukungan DPR, sebelum produktivitas petani mencapai 8 ton, kami mohon kami dilindungi, jangan masuk gula impor. Kalau gula impor masuk gila-gilaan kita bisa mati, petani tidak bisa memperbaiki agronominya,” ujar Ghani dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi VI DPR-RI di Jakarta, Selasa (25/6/2024).
Selain meminta agar impor gula dibatasi, Ghani juga mengusulkan agar dibentuk Badan Layanan Umum (BLU) di sektor gula seperti yang dilakukan pada ekspor komoditas kelapa sawit melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Nantinya, kata Ghani, gula impor yang masuk ke Indonesia bisa dikenakan pungutan (levy).
Misalnya pungutan sebesar Rp1.000 per kg untuk gula yang masuk ke dalam negeri. “Mestinya di gula juga ada (levy), karena kalau gula petani dilawankan dengan gula impor sampai kapanpun kalah, maka ketika harga gula impor masuk Rp10.000 per kg, maka harus dikenakan levy Rp1.000, itu untuk petani membantu penelitian varietas bibit dan lainnya. Itu harapan kami untuk jangka panjang,” ucapnya.
Dengan usulan-usulan tersebut, Ghani mengaku optimistis pihaknya dapat mencapai target swasembada gula konsumsi pada 2028 seperti yang dimandatkan dalam Perpres No. 40/2023 tentang Percepatan Swasembada Gula Nasional dan Penyediaan Bioetanol sebagai Bahan Bakar Nabati (Biofuel).
Badan Pangan Nasional (Bapanas) mencatat, kuota impor gula kristal putih (GKP) untuk kebutuhan konsumsi tahun ini ditetapkan sebanyak 708.609 ton. Sementara itu, izin impor raw sugar untuk diolah menjadi GKP yang sudah diterbitkan hingga 17 April 2024 sebanyak 405.000 ton. Namun, realisasinya impor gula untuk kebutuhan GKP baru mencapai 212.750 ton atau 52,53% dari izin yang telah diterbitkan. (ANG)