NUSA DUA – Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) sedang menyiapkan insentif kepada perusahaan yang bersedia masuk di bursa minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) Indonesia atau Bursa CPO. Insentif yang disiapkan berupa insentif pajak dan insentif domestic market obligation (DMO) untuk ekspor.
Namun apakah itu yang diinginkan pengusaha? Ternyata bukan. Justru insentif yang diinginkan pengusaha berupa kelonggaran pelaksanaan kebijakan Devisa Hasil Ekspor (DHE). Hal itu diungkapkan Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Eddy Martono.
“Bursa CPO butuh insentif untuk pengusaha masuk, nah mungkin salah satunya (diusulkan) adalah DHE itu,” kata Eddy di Indonesia Palm Oil Conference (IPOC) 2023 di Nusa Dua, Bali, Jumat (3/11/2023).
Eddy mengakui bahwa penerapan DHE atau penyimpanan dolar hasil ekspor yang wajib ditahan selama tiga bulan di dalam negeri memberatkan pelaku usaha. Terlebih, lanjutnya, masih ada kesulitan mendapatkan likuiditas dolar dalam bentuk kredit, ketika dolarnya ditahan.
“Itu kan ditahan tiga bulan, sedangkan tidak semuanya mampu, perbankan juga ada di situ kita harus membayar. Pas ditahan kan kita perlu pinjaman baru,” jelas Eddy.
Sementara, dalam mendapatkan pinjaman baru, menurutnya, hari ini sangat sulit di tengah ada isu tren kenaikan suku bunga yang tinggi. Lebih lanjut, selain kelonggaran DHE, GAPKI mengusulkan insentif berupa pengurangan Bea Keluar (BK) ekspor CPO.
Menurutnya jika beberapa insentif di atas diberlakukan akan menarik pelaku usaha untuk masuk ke Bursa CPO yang baru diberlakukan. Sebagai informasi, Bursa CPO resmi meluncur pada 13 Oktober 2023. Transaksi perdana di bursa CPO juga telah dilangsungkan 20 Oktober lalu.
Hadirnya Bursa CPO Indonesia juga dimaknai sebagai komitmen pemerintah untuk mewujudkan mekanisme perdagangan CPO yang lebih adil serta transparan. Hal ini lantaran harga sawit di Tanah Air tak lagi harus mengekor pada harga yang ditetapkan oleh bursa CPO Malaysia dan Rotterdam, Belanda.
Melalui Bursa CPO, Indonesia tidak hanya akan memiliki harga acuan sawit sendiri, tetapi juga diharapkan dapat menjadi barometer harga CPO dunia. Hal ini mengingat posisi Indonesia yang memang menjadi penghasil nomor satu CPO di dunia. (SDR)