JAKARTA – Program peremajaan sawit rakyat (PSR) berjalan sukses. Di masa mendatang peran petani kelapa sawit akan semakin besar dalam mencapai industri sawit yang berkelanjutan. Kesuksesan program PSR tersebut tak lepas dari efektivitas kinerja pengelolaan dan penyaluran dana pungutan ekspor sawit oleh BPDPKS (Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit).
“BPDPKS sebagai bagian dari BLU (badan layanan umum) turut andil dan berkontribusi penuh dalam berbagai program yang tentunya bertujuan untuk pembangunan nasional seperti melalui program peremajaan sawit rakyat, pengembangan SDM petani kelapa sawit, serta program penelitian dan pengembangan,” kata Direktur Utama BPDPKS Eddy Abdurahman kepada SAWITKITA, Jumat (4/8/2023).
Eddy mengatakan, realisasi program PSR berjalan dengan baik. Program Peremajaan Sawit Rakyat hingga 31 Mei 2023 telah berhasil melakukan realisasi dana PPKS seluas 282.409 hektare (ha) untuk Gapoktan sebanyak 124.152 orang.
“Hal ini tentunya memiliki banyak manfaat untuk terus meningkatkan produktivitas dari hasil perkebunan kelapa sawit di Indonesia sebagai salah satu komoditi utama devisa negara,” kata Eddy.
Kata Eddy, program PSR merupakan program untuk membantu pekebun rakyat memperbaharui perkebunan kelapa sawit mereka dengan kelapa sawit yang lebih berkelanjutan dan berkualitas, dan mengurangi risiko pembukaan lahan ilegal.
“Melalui PSR, produktivitas lahan milik pekebun rakyat bisa ditingkatkan tanpa melalui pembukaan lahan baru. BPDPKS ditugaskan untuk menghimpun, mengelola dan menyalurkan dana sawit untuk meningkatkan kinerja sektor sawit Indonesia. Penyaluran dana sawit didasarkan pada Perpres No. 61/2015 jo. Perpres No.66/2018 yang di antaranya adalah untuk peremajaan perkebunan kelapa sawit,” katanya.
Program pengembangan kelapa sawit berkelanjutan, kata Eddy, memiliki beberapa tujuan. Yaitu mendorong penelitian dan pengembangan, promosi usaha, meningkatkan sarana prasarana pengembangan industri, pengembangan biodiesel, replanting, peningkatan jumlah mitra usaha dan jumlah penyaluran dalam bentuk ekspor, serta edukasi sumber daya masyarakat mengenai perkebunan kelapa sawit.
“Pembentukan BPDPKS merupakan pelaksanaan amanat pasal 93 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan, yakni menghimpun dana dari pelaku usaha perkebunan atau lebih dikenal dengan CPO Supporting Fund (CSF) yang akan digunakan sebagai pendukung program pengembangan kelapa sawit yang berkelanjutan,” katanya.
Selain program PSR, BPDPKS juga mendukung pengembangan SDM perkebunan kelapa sawit. “Berdasarkan Permentan No. 3 Tahun 202 program pengembangan SDM petani kelapa sawit meliputi penyuluhan, pendidikan, pelatihan dan pendampingan yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, profesionalisme, kemandirian dan dedikasi pekebun, tenaga pendamping dan masyarakat perkebunan kelapa sawit lainnya,” ujar Eddy.
Berdasarkan data dari capaian program pengembangan SDM perkebunan kelapa sawit sejak 2015 ssampai dengan 31 Juli 2022, total lulusan penerima beasiswa 1.750 mahasiswa dan total SDM yang dilatih 11.060 orang dan 21 provinsi di Indonesia telah mendapatkan kebermanfaatan dari program ini.
Selain dua program di atas, BPDPKS juga memiliki program lainnya untuk terus mendukung program pembangunan nasional terutama dalam bidang inovasi dan penelitian. Program tersebut merupakan kolaborasi BLU-BPDPKS dengan beberapa Lembaga Penelitian dan Universitas di Indonesia. Program tersebut yaitu Penelitian dan Pengembangan.
Program ini memberikan solusi terhadap berbagai persoalan yang dihadapi oleh industri kelapa sawit saat ini mulai dari aspek perkebunan hingga lingkungan. Yakni, ditujukan untuk peningkatan pengetahuan tentang pemuliaan, budi daya, pascapanen dan pengolahan hasil, industri, pasar, rantai nilai produk hasil perkebunan dari hulu ke hilir, dan potensi pengembangan usaha perkebunan kelapa sawit.
“Berdasarkan data capaian program penelitian dan pengembangan dari 2015 sampai dengan 31 Mei 2023, jumlah peneliti riset yang telah didanai adalah sekitar 950 peneliti dan 383 mahasiswa dengan tujuh bidang penelitian. Yaitu bioenergi, pascapanen dan pengolahan, budidaya, pangan dan kesehatan, oleokimia dan biomaterial, lingkungan dan sosial ekonomi, serta bisnis manajemen pasar,” kata Eddy.
Anggota Komisi XI DPR RI Misbakhun mendukung peran BPDPKS dalam mendukung program PSR. “Sosialisasi peranan BPDPKS terutama dalam program PSR sangat penting untuk dilakukan. Karena program ini murni dari pemerintah hal ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat petani kelapa sawit,” kata Misbakhun.
Misbakhun menegaskan, Indonesia harus terus mengembangkan industri sawit yang berkelanjutan. Karena industri sawit terbukti meningkatkan kesejahteraan rakyat dan menjadi penyumbang devisa ekspor terbesar nasional.
Gugus Tugas
Sementara itu, Kementerian Pertanian (Kementan) membentuk Gugus Tugas Peremajaan Kelapa Sawit Pekebun yang bertujuan membantu akselerasi PSR. “Saya melihat ini sinyal positif dalam pencapaian program PSR,” ujar Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo.
Mentan berharap gugus tugas ini dapat mendorong akselerasi capaian program PSR, sekaligus membantu mengurai permasalahan dan kendala di daerah baik dalam pengusulan maupun dalam pelaksanaan program PSR.
“Sawit ini dihadapkan dengan berbagai tantangan, ini dapat mengancam masa depan sawit rakyat Indonesia jika tidak segera lakukan suatu langkah komprehensif. Sesuai arahan Presiden RI, perlu melakukan upaya perbaikan dari sektor hulu perkebunan kelapa sawit rakyat,” katanya.
Oleh karena itu, dalam rangka mendorong hal tersebut, Kementan hadir memberikan solusi, melalui program PSR yang setiap tahunnya ditargetkan seluas 180.000 ha yang tersebar di 21 provinsi sentra kelapa sawit.
Direktur Jenderal Perkebunan Andi Nur Alam Syah mengatakan bahwa Gugus Tugas merupakan wujud implementasi secara konkret untuk mencapai target program PSR dengan memberikan masukan dalam merumuskan komitmen dari para pihak yang terlibat program PSR. Sosialisasi, koordinasi, pembinaan, monitoring dan evaluasi dengan para pelaku PSR merupakan agenda penting yang menjadi tugas dari tim Gugus Tugas.
Andi Nur menjelaskan, dengan melibatkan kurang lebih 30% pegawai Direktorat Jenderal Perkebunan, Gugus Tugas difokuskan pada tahap awal di delapan provinsi sentra peremajaan yakni Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Sulawesi Barat, dan Sulawesi Tenggara.
Gugus Tugas diharapkan dapat memberikan sumbangsih dan bahu membahu membantu pelaksanaan program PSR agar lebih efisien dan efektif, serta dapat bekerja sesuai dengan perannya masing-masing secara aktif.
“Sebagai upaya mendukung tim Gugus Tugas, Direktorat Jenderal Perkebunan juga berkolaborasi dan bersinergi dengan Badan Standarisasi Instrumen Pertanian (BSIP) yang berada di delapan provinsi sentra peremajaan kelapa sawit untuk turut ambil bagian dalam pelaksanaan PSR,” ujar Andi Nur. (LIA)