JAKARTA – Pemerintah telah melakukan penyederhanaan aturan untuk mempercepat peremajaan sawit rakyat (PSR) yang ditargetkan 180.000 hektare (ha) tahun ini. Harmonisasi aturan ini dikoordinasikan oleh Kementerian Koodinator Bidang Perekonomian (Kemenko Perekonomian).
Demikian disampaikan Direktur Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian (Kementan) Andi Nur Alam Syah pada Rakornas Akselerasi Peremajaan Kelapa Sawit Rakyat Tahun 2024 di Pullman Jakarta Central Park, Jln. Letjen S. Parman, Jakarta, Selasa (5/2/2024).
Nur Alam mengatakan, Kementan tengah melakukan harmonisasi aturan dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN).
“Alhamdulillah ada sinyal positif dalam satu bulan ini pertemuan kita yang dikoordinir Kantor Kemenko Perekonomian dengan kewenangan kawasan hutan oleh KLHK dan Hak Guna Usaha (HGU) oleh ATR/BPN terus kita simplifikasi,” kata dia.
Nur Alam mengatakan, ke depan akan terbit Peraturan Menteri (Permentan) yang lebih sederhana terkait PSR, Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM), Penelitian dan Pengembangan, serta, Sarana dan Prasarana Perkebunan Kelapa Sawit.
“Kita melakukan simplifikasi aturan persyaratan terkait dengan PSR. Mudah-mudahan dengan persyaratan terkait kawasan hutan dan HGU semakin disederhanakan pengurusannya,” kata Nur Alam.
Nur Alam memastikan, beleid yang akan terbit ini lebih sederhana dan lebih efisien. Petani yang ingin mendapatkan sarpras atau PSR hanya perlu menggunakan barcode tidak perlu lagi verifikasi. “Kita akan lebih menyederhanakan aturan yang mampu mendukung PSR. Insya Allah segera aturan baru terbit dan kami pastikan tidak melanggar aturan yang lain,” kata Nur Alam.
Diketahui, PSR sejak tahun 2017 hingga saat ini telah dilaksanakan di 21 provinsi dan 148 kabupaten/kota dengan target seluas 180.000 ha per tahun sesuai arahan Komite Pengarah Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
Pengusulan PSR dapat dilakukan dari dua jalur pengajuan, yaitu jalur dinas dengan target seluas 100.000 hektare dan jalur kemitraan seluas 80.000 hektare. “Kami sampaikan bahwa sejak diluncurkan program PSR pada tahun 2017 hinga 2023 telah diterbitkan rekomendasi teknis peremajaan seluas 327.065 ha dengan realisasi tanam 218.272 ha yang tersebar di 21 provinsi sentra perkebunan kelapa sawit,” imbuh Nur Alam.
Direktur Tanaman Kelapa Sawit dan Aneka Palma, Direktorat Jenderal (Ditjen) Perkebunan, Kementan Ardi Praptono mengatakan, Ditjen Perkebunan telah menetapkan strategi untuk mengakselerasi PSR. Pertama, merevisi Permentan No 19 Tahun 2023.
Pada beleid ini, sambung Ardi, pihaknya akan mengganti persyaratan keterangan bebas kawasan hutan (KH) dan bebas Hak Guna Usaha (HGU) yang awalnya harus dikeluarkan oleh instansi yang berwenang.
Diketahui pada pasal 17 Permentan tersebut, status lahan yang diajukan petani sawit untuk diikutsertakan dalam program PSR harus bisa dibuktikan dengan keterangan: a. tidak berada di kawasan hutan dan kawasan lindung gambut, dari unit kerja kementerian yang membidangi lingkungan hidup dan kehutanan; dan b. tidak berada di lahan HGU, dari kantor pertanahan.
“Ke depan cukup dengan hasil overlay poligon dengan data berbasis web dari KLHK dan ATR BPN ditambah pernyataan sendiri bahwa lahan yang diusulkan bebas dari kawasan hutan dan HGU,” jelas Ardi.
Strategi kedua, lanjut Ardi, Ditjen Perkebunan peningkatan pendanaan PSR dari Rp30 juta ha menjadi Rp60 juta per ha dan ini sudah disetujui. “Tambahan dana PSR menjadi Rp60 per ha diharapkan memudahkan pembiayaan perawatan tanaman dan jaminan hidup bagi pekebun,” ucap Ardi.
Strategi ketiga, mendorong pekebun, yang mengikuti program PSR melakukan tumpang sari tanaman pangan untuk tambahan penghasilan selama fase tanaman belum menghasilkan (TBM).
Lantas strategi keempat, kata Ardi, Ditjen Perkebunan terus berkoordinasi dengan KLHK untuk menyelesaikan kebun sawit yang masuk dalam kawasan hutan. “Kami juga koordinasi dengan KLHK dalam penyelesaian kebun sawit terbangun dalam kawasan hutan,” kata Ardi.
Dia optimistis target PSR yang ditetapkan pemerintah seluas 540.000 ha hingga 2024 bisa terealisasi. “Kita akan terus berusaha dan optimistis untuk mengejar target PSR di tahun 2024,” imbuh Ardi.
Sementara itu, Direktur Utama BPDPKS Eddy Abdurrachman mengatakan, tumpang tindih lahan sawit yang masuk kawasan hutan menjadi salah satu sebab rendahnya capaian Program PSR. Masalah tumpang tindih lahan yang masuk di kawasan hutan akan diselesaikan melalui program Tanah Objek Reforma Agraria (TORA).
Setelah dibebaskan, maka pekebun dapat mengajukan persyaratan PSR dan mendapatkan pendanaan dari BPDPKS. “Perkebunan kelapa sawit rakyat yang berada di kawasan hutan akan diselesaikan dalam program TORA dan telah disepakati bisa ikut serta program peremajaan sawit rakyat dengan dukungan dana BPDPKS,” kata Eddy dalam Rakor Rencana Aksi Nasional Perkebunan Sawit Berkelanjutan, dipantau daring Minggu (31/3/2024).
Menurutnya, langkah ini diambil dalam mempercepat pencapaian target program PSR seluas 180.000 ha per tahun. Pasalnya sejak program PSR dirilis pada 2016, realisasi target PSR rata-rata per tahun hanya 50.000 ha saja.
Upaya lain yang akan dilakukan yaitu penyederhanaan persyaratan pengajuan program PSR melalui revisi Permentan No 19 Tahun 2023. “Dengan penyempurnaan permentan ini, jangka waktu untuk penyelesaian pemberian perizinan dan persetujuan peremajaan sawit rakyat bisa dipercepat hanya mencapai 15 hari,” jelas Eddy.
Terakhir, pemerintah memutuskan untuk menaikkan pendanaan Program PSR menjadi Rp60 juta per ha dari sebelumnya hanya Rp30 juta. Eddy mengakui kecilnya pendanaan PSR menjadi kendala pekebun enggan melaksanakan program itu.
Pasalnya dengan anggaran Rp30 juta yang diberikan BPDPKS tidak bisa menutup seluruh biaya peremajaan sawit sampai sawit itu kembali menghasilkan. “Pendanaan program peremajaan sawit rakyat yang saat ini ditetapkan sebesar Rp30 juta hanya cukup memberikan dukungan peremajaan sampai bibit ditanam,” jelas Eddy.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengakui program replanting sawit ini masih belum berjalan maksimal. Secara total realisasi program replanting sawit ini baru mencapai 331.007 ha sejak program ini diluncurkan.
Padahal, peremajaan sawit rakyat memiliki target luasan 180 ha setiap tahunnya di 21 provinsi sentra penghasil kelapa sawit. “Dan ini kurang dari 30% dari target yang waktu itu dicanangkan Presiden sebesar 180.000 ha per tahun,” kata Menko Airlangga. (ANG)