JAKARTA – Program hilirisasi digelar sebagai upaya membesarkan industri sawit nasional yang menjadi salah satu sektor andalan bagi perekonomian Indonesia. Dengan program hilirisasi manfaat ekonomi dan sosial pun diyakini bakal meningkat.
Kelapa sawit telah menjadi salah satu komoditas strategis penopang perekonomian nasional. Indonesia sebagai negara produsen minyak sawit terbesar di dunia dengan total produksi lebih dari 56 juta ton dan ekspor mencapai 26,33 juta ton.
Pada 2023, nilai ekspor kelapa sawit dan turunannya mampu mencapai USD28,45 miliar atau 11,6% terhadap total ekspor non migas, serta menyerap hingga 16,2 juta orang tenaga kerja langsung dan tidak langsung termasuk smallholders.
Ekspor produk sawit Indonesia tersebut juga telah menjangkau lebih dari 125 negara guna memenuhi kebutuhan pangan, energi, dan berbagai industri hilir lainnya.
Mempertimbangkan tingginya potensi sawit tersebut, pemerintah terus berupaya menciptakan nilai tambah dan mengembangkan industri hilir kelapa sawit agar tidak hanya terkonsentrasi pada bahan baku, namun juga mampu menghasilkan produk akhir.
Direktur Industri Hasil Hutan dan Perkebunan Ditjen Industri Agro Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Merrijantij Punguan Pintaria mengatakan, pentingnya peran hilirisasi perkebunan terhadap peningkatan nilai ekspor. Kemenperin mendukung hilirisasi komoditas perkebunan.
Kontribusi sektor industri agro sebesar 50,20% terhadap PDB industri non migas. “Industri hasil perkebunan memiliki peran penting bagi sektor industri agro. Pada 2022, total ekspor sektor industri hasil perkebunan mencapai USD36,55 miliar atau sekitar Rp568,9 triliun,” kata Merri.
Komoditas perkebunan mainstream Indonesia adalah kelapa, kelapa sawit, kakao, kopi, teh dan minyak atsiri. Komoditas kelapa sawit dan turunannya merupakan produk ekspor utama Indonesia (menyumbang hampir 81,4% dari total ekspor industri hasil perkebunan), mengingat Indonesia merupakan negara produsen terbesar kelapa sawit.
“Komoditas kelapa sawit menjadi model hilirisasi industri yang mampu mendorong ekspor produk bernilai tambah hasil kegiatan usaha pengolahan di dalam negeri,” ujar Merri.
Sementara itu, Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Pemprov Kaltim) mendukung penuh program hilirisasi industri sawit nasional yang bertujuan untuk membesarkan sektor perkebunan kelapa sawit sebagai salah satu andalan perekonomian Indonesia.
“Program hilirisasi ini sangat penting untuk meningkatkan manfaat ekonomi dan sosial dari industri sawit, baik bagi petani, pengusaha, maupun masyarakat luas. Kami siap mendukung kebijakan dan program pemerintah pusat ini,” kata Kepala Dinas Perkebunan Kaltim Ahmad Muzakkir.
Menurut dia, Kaltim memiliki potensi besar untuk mengembangkan industri hilir kelapa sawit. Karena merupakan salah satu provinsi penghasil kelapa sawit terbesar di Indonesia.
“Kelapa sawit merupakan komoditas unggulan Kaltim, dengan luas areal mencapai 1,4 juta ha, yang terdiri dari perusahaan besar swasta seluas 972.000 ha dan perkebunan rakyat seluas 373.000 ha,” sebutnya.
Dari luasan tersebut, produksi tandan buah segar (TBS) mencapai 19,2 juta ton atau setara dengan 3,8 juta ton crude palm oil (CPO) per tahun.
Muzakkir melanjutkan, dengan adanya inovasi teknologi perkebunan kelapa sawit yang telah direkomendasikan oleh Kementerian Pertanian (Kementan), peluang untuk mendirikan pabrik mini minyak goreng sawit (Pamigo) sangat terbuka, terutama bagi petani swadaya yang memiliki ketersediaan bahan baku TBS dari kebun-kebun rakyat.
Melalui APBD Provinsi, pihaknya telah membantu pembangunan kebun-kebun rakyat seluas 12.472 ha, yang tersebar di tujuh kabupaten/kota, 31 kecamatan, dan 66 desa, dengan melibatkan 206 kelompok tani dan 8.076 kepala keluarga.
Wakil Ketua DPRD Provinsi Kaltim Muhammad Samsun mengapresiasi upaya pemerintah provinsi dan kabupaten/kota dalam mengembangkan industri hilir kelapa sawit di Kaltim. “Kami juga mendukung program hilirisasi yang dicanangkan pemerintah pusat, karena ini akan memberikan manfaat yang lebih besar bagi daerah dan masyarakat,” tuturnya.
Sementara itu, para petani sawit di Kabupaten Kuansing, Provinsi Riau, dalam waktu dekat ini sudah bisa memproduksi minyak goreng sendiri. Pabrik minyak goreng tersebut segera beroperasi di Desa Simpang Raya, Kecamatan Singingi Hilir.
Pabrik minyak goreng mini atau Pamigo ini dikelola langsung petani swadaya di Desa Simpang Raya yang tergabung dalam KUD Tupan Tri Bhakti. “Pamigo sudah mulai dibangun, kontrak dari BPDPKS sudah ditandatangani pada 4 Mei 2024 lalu,” ujar Kepala Dinas Perkebunan Kuansing Andri Yama Putra.
Andri Yama berharap keberadaan pabrik minyak goreng mini ini nantinya bisa menjadi sumber penghasilan baru bagi masyarakat terutama petani swadaya di Kabupaten Kuansing. Keberadaan Pamigo ini diharapkan bisa meningkatkan perekonomian bagi masyarakat. “Semoga ini bisa bermanfaat secara umum bagi masyarakat,” kata Andri Yama.
Pabrik minyak goreng tersebut kini tengah dikebut pembangunannya. “Untuk launching diperkirakan pada Agustus atau bisa awal September tahun ini,” ujar Sekretaris Dinas Perkebunan dan Peternakan (Disbunak) Kuansing, Raja Rafli. (ANG)