JAKARTA – PT PLN (Persero) menyalurkan 592 unit Renewable Energy Ceritificate (REC) atau setara 592 Megawatt Hour (MWh) listrik hijau ke PT Inecda Plantation, perusahaan kelapa sawit di Indragiri Hulu, Riau. REC adalah inovasi produk hijau PLN yang menjamin penggunaan energi baru terbarukan (EBT) secara transparan dan diakui secara internasional.
“Lewat REC, para pelanggan dapat turut berpartisipasi dalam menurunkan emisi, mengubah dari energi kotor ke energi yang ramah lingkungan,” kata General Manager PLN UID Riau dan Kepulauan Riau, Tonny Bellamy, dalam keterangan pers, Rabu (5/3/2025). “Kami berkomitmen untuk menyediakan energi bersih untuk mendukung terciptanya green industry di Indonesia,” jelas dia.
Baca Juga: Sumber Global Energi Pasok Cangkang Sawit untuk PLN EPI
Menurut Tonny, REC bisa dibeli masyarakat maupun perusahaan yang menggunakan listrik dari sumber EBT. Setiap unit REC setara dengan 1 MWh listrik hijau. “Kami berkomitmen siap memenuhi seluruh kebutuhan pelanggan, termasuk menyiapkan listrik yang bersumber dari EBT,” ucap dia.
Adapun sertifikat REC merupakan bukti bahwa listrik yang digunakan pelanggan berasal dari pembangkit EBT dengan sistem pelacakan APX Tradable Instrument for Global Renewables (TIGRs) dari Amerika Serikat. Ini untuk memastikan penggunaan sesuai standar internasional.
“PLN sebagai salah satu pionir transisi energi di Indonesia berkomitmen akan terus menyediakan layanan listrik hijau yang berasal dari pembangkit EBT,” jelas Tonny. Hal tersebut, lanjut dia, sebagai upaya untuk mendukung daya saing sektor industri Indonesia.
Baca Juga: PLTU Sintang Gunakan Tandan Kosong Sawit untuk Bahan Bakar Biomassa
Sementara itu, General Manager PT Inecda Plantation, Khamdi, memastikan perusahaannya berkomitmen mendukung penggunaan energi hijau guna mengurangi emisi karbon.
“Kami berharap, kolaborasi bersama PLN ini dapat terus terjalin. Sehingga memberikan dampak baik melalui langkah yang mengedepankan prinsip bisnis berkelanjutan dan mengimplementasikan aspek-aspek environmental, social, and governance,” tutur Khamdi. (ANG)