JAKARTA – Pemerintah harus memberikan sanksi tegas kepada produsen maupun importer produk makanan dan minuman (mamin) yang mencantumkan label bebas minyak sawit dalam kemasannya. Sebab, pelabelan tersebut mendiskreditkan produk sawit Indonesia.
Dalam beberapa kasus terjadi penggunaan label ‘Palm Oil Free’ maupun ‘No Palm Oil’ ditemukan di kemasan produk pangan olahan. Kasus terbaru dilakukan oleh CV Korté Mitra Kreasi, produsen coklat dengan merek dagang Korté Chocolate Cashew & Seasalt.
Korté mencantumkan label ‘Palm Oil Free’ di kemasannya. Padahal, pemerintah sudah seringkali mengingatkan produsen makanan agar tidak menggunakan label ‘Palm Oil Free’ pada kemasannya.
“Kami harapkan ada sanksi tegas kepada produsen. Langkah ini dilakukan supaya ada efek jera kepada produsen (makanan) lain. Penggunaan label ‘Palm Oil Free’ ini sudah berulang kali terjadi sejak beberapa tahun lalu,” kata Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Eddy Martono di Jakarta, Sabtu (30/12/2023).
Eddy menjelaskan, pemakaian label ‘Palm Oil Free’ atau ‘No Palm Oil’, dipengaruhi kampanye negatif sawit dari luar negeri. Maraknya kampanye ini perlahan-perlahan dikemas sebagai bagian tren gaya hidup. Akibatnya, produsen makanan menjadi latah lalu mengikuti penggunaan label tersebut.
“Apa yang dimaksud free tadi? Apakah masalah kesehatan atau yang lain? Jadi mesti jelas jangan ikut-ikutan. Ini harus jelas. Sebaiknya, pemerintah memanggil produsen tersebut agar kita tahu motifnya. Jangan lagi hanya sebatas klarifikasi, berikan sanksi sesuai aturan berlaku. Kalau tidak, produsen lain bisa ikut-ikutan,” tegas Eddy.
Setelah mengetahui informasi terkait label ‘Palm Oil Free’ pada coklat Korte tersebut, GAPKI mengirimkan surat ke Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI. Surat dikirimkan pada Jumat (29/12/2023) ke BPOM, atau selambat-lambatnya Selasa (2/1/2024).
Eddy menambahkan, mekanisme pelabelan makananan khususnya berkaitan ‘Palm Oil Free’ harus diawasi oleh institusi pemerintah karena sebelum izin dikeluarkan, produsen pastilah akan menyertakan kemasan. Di sinilah, seleksi awal bagi pemerintah agar label ‘No Palm Oil’ atau ‘Palm Oil Free’ dapat dicegah.
“Justru pemerintah yang dapat menyaring produk tadi dan lebih teliti saat memberikan izin edar bagi produk tadi,” tambahnya.
Dijelaskan Eddy, kontribusi sawit bagi Indonesia sudah terbukti dan sangatlah besar dari aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan. Dari segi tenaga kerja, industri sawit mampu membuka lapangan kerja bagi 16,2 juta orang lebih.
Saat pandemi COVID-19, kata dia, tidak ada pemutusan hubungan kerja (PHK) yang dilakukan perusahaan sawit, bahkan pembukaan lapangan kerja tetap ada. “Sebagai produsen dan konsumen sawit terbesar di dunia, seharusnya Indonesia menjadi rujukan bagi negara lain, termasuk masalah label ‘Palm Oil Free’,” ujar Eddy. (SDR)