JAKARTA – Lembaga Pengembangan Pertanian Nahdlatul Ulama (LPPNU) Launching Program Sawit Goes to Pesantren untuk mengedukasi santri dan warga nahdliyin terkait manfaat serta kontribusi sawit bagi perekonomian Indonesia.
Kegiatan yang didukung Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) ini dihadiri oleh Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf, Kepala Divisi UKMK BPDPKS Helmi Muhansyah, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Eddy Martono, dan Plt Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian Heru Tri Widarto.
Sekretaris Pengurus Lembaga Pengembangan Pertanian Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LPP PBNU) Tri Chandra Aprianto mengatakan problem kelapa sawit dari hulu sampai hilir berkaitan legalitas, tumpang tindih lahan, dan penguatan kelembagaan petani. Seluruh persoalan ini berdampak bagi pelaksanaan Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR).
Baca Juga: BPDPKS Dukung Penguatan Peran Petani Sawit Indonesia
“Banyak pengaduan, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat dan Riau, bahwa PSR menghadapi banyak tantangan,” kata Tri Chandra yang juga Ketua Pelaksana Program Sawit Goes to Pesantren dan Rakornas LPPNU di Jakarta, Jumat 25/10/2024).
Menurutnya, PSR yang harus diselesaikan berkaitan soal lahan yang terdapat tumpang tindih. Maka ia mendorong pemerintah dan asosiasi sawit, bisa membicarakan hal ini lebih lanjut.
“Saya pertegas bahwa LPPNU berkomitmen karena pilar NU itu ulama dan kerakyatan. Apalagi banyak warga nahdiliyin yang juga bekerja sebagai petani dan mengelola kebun sawit,” jelas dia.
Baca Juga: Ini Dia Diversifikasi Produk Turunan Sawit yang Bernilai Tinggi
Pada kesempatan yang sama, Kepala Divisi UKMK BPDPKS, Helmi Muhansyah mengungkapkan kepada peserta Launching Sawit Goes to Pesantren, bahwa sawit termasuk yang paling efisien dibandingkan minyak nabati dari tanaman lainnya.
“Minyak kelapa sawit paling efisien dibandingkan minyak nabati lain. Jika satu ton minyak sawit membutuhkan 0,3 ha, sedangkan minyak kedelai perlu 4 ha,” katanya.
Tak heran, lanjutnya, banyak pihak di luar Indonesia melakukan kampanye hitam terhadap sawit. Oleh karenanya, ia dan insan perkelapasawitan melawan isu negatif. Edukasi ini salah satunya masuk ke pesantren.
Baca Juga: BPDPKS Dorong Pelaku UKMK Gunakan Produk Berbahan Sawit
“Kami harapkan edukasi sawit di pesantren, dapat diketahui penggunaan dari sawit bisa menjadi malam untuk membatik, lalu sawit sebagai bahan menjadi sabun, sekarang dapat digunakan menjadi bahan rompi anti peluru,” jelasnya.
Plt. Dirjen Perkebunan, Heru Tri Widarto mengapresiasi program Sawit Goes to Pesantren. Tadi banyak disampaikan kampanye negatif kepada sawit. Maka, kita kasih tahu cara menjawab ke santri dengan diberikan pemahaman sawit yang baik. Sawit, kata dia, berperan penting terhadap neraca perekonomian karena berkontribusi terhadap nilai ekspor.
“Sawit tulang punggung ekonomi, devisa dari sawit sekitar Rp400 triliun per tahun. Sulit dibayangkan ketika kita tidak kompak menangani sawit,” tuturnya.
Baca Juga: Ini Dia Sembilan Jenis Bantuan Sarpras bagi Petani Sawit
Ia mendorong PSR peruntukannya tepat. Apalagi di tengah isu B50, kebutuhan pasokan kelapa sawit sangatlah penting. PSR akan diutamakan, dan diharapkan bisa kolaborasi dengan Gapki. “Kita harus tingkatkan produksi karena ada 6,6 juta ton CPO, untuk B50,” jelasnya.
Ketua Umum PBNU KH. Yahya Cholil Staquf memberikan jalan bagi LPPNU mengelola sawit, karena peran NU terutama pesantren yang mempunyai posisi strategis untuk bisa mengelola sawit dan mensejahterakan petani sawit.
“Kerangka ini, bahwa NU urusin sawit bukan sekedar cari duit. (Itu) bukan tujuan NU, bukan ngajarin cari duit sebanyak-banyaknya. Tujuan utama bagaimana sawit ini menjadi sarana peningkatan kesejahteraan rakyat Indonesia, termasuk warga nahdliyin,” katanya. (ANG)