MALANG – Indonesia merupakan penghasil minyak nabati terbesar dari kelapa sawit, sejak lebih satu abad lalu. Minyak sawit telah menjadi bagian kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia dan dunia. Mulai dari kosmetik, sabun, obat, pangan hingga energi hijau.
Hal ini terungkap dalam seminar bertajuk Peluang dan Tantangan Sawit Sebagai Industri Strategis Penjaga Ketahanan Pangan dan Energi. Seminar ini diselenggarakan oleh Ikatan Alumni Universitas Brawijaya di Malang pada 10 Agustus 2023.
Seminar ini menghadiri narasumber antara lain Abful Ghofar, Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisinis Universitas Brawijaya, Firman Soebagyo, anggota komisi IV DPR RI, Eddy Abdurrahman, Dirut Badan Pengelola Dana Kelapa Sawit, yang diwakili Ahmad Maulizal Sutawijaya, dan Eddy Martono, Ketua Umum Gabunngan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI).
“Sebagai bahan baku berbagai produk, minyak kelapa sawit memberikan kontribusi penerimaan devisa negara sebesar US$36 miliar pada 2021. Ini melonjak drastis dibanding 2001 devisa hasil ekspor sawit masih US$1.08 miliar.” ungkap Abdul Ghofar.
Peran kelapa sawit dalam perekonomian nasional, lanjutnya, memang sangat penting. Ghofar memaparkan data Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dan kajian empiris pertumbuhan ekonomi, dari beberapa daerah kota/kabupaten yang telah beroperasi terpilih, terlihat daerah dengan KEK memiliki pertumbuhan ekonomi lebih baik.
“Selisih tertinggi adalah disebabkan karena ada produk sawit di dalamnya,” katanya. Terungkap pula bahwa sawit juga berkontribusi terhadap PDRB daerah. Daerah penghasil sawit seperti Sumut, Riau, Jambi, Sumsel, Kalimantan memiliki PDRB lebih tinggi dibanding propinsi yang tidak ada sawitnya.
Begitupun dengan wilayah kabupaten/kota yang ada kelapa sawit memiliki pertumbuhan ekonomi lebih baik, dibanding daerah yang tidak ada sawitnya. “Bahkan penghasilan petani sawit lebih tinggi dibanding petani non sawit. Belakangan hanya petani hortikultura yg mengalahkan penghasilan petani sawit,” katanya.
Bagaimanapun, industri kelapa sawit selalu memghadapi tantangan kedepannya. “Salah satu tantangan terbesar adalah upaya peningkatan produktivitas, termasuk kesetaraan tingkat produktivitas kebun petani swadaya dan perusahaan,” kata Eddy Martono.
Karena itu, GAPKI terus mendorong penambahan pelaksanaan Program pemerintah yaitu peremajaan sawit rakyat (PSR). Dengan percepatan PSR, katanya, maka diharapkan pemenuhan kebutuhan minyak sawit di domestik dan dunia bisa tercukupi.
“Apalagi pemerintah telah mencanangkan produksi minyak sawit pada Indonesia Emas 2045 sebesar 100 juta ton,” kata Eddy.
Sementara itu Ahmad Maulizal Sutawijaya menambahkan, sejumlah tantangan industri kelapa sawit antara lain kampanye negatif, isu legalitas, tumpang tindih kawasan, hingga hilirisasi dan pemenuhan kebutuhan untuk energi.
“Untuk menjawab berbagai tantangan itu, perlu dilakukan integrasi program sektor hulu dan hilir secara komprehensip hal ini bisa dijalankan melalui percepatan PSR, stabilisasi harga CPO dan memperkuat sektor hilir,” tegasnya. (PEN)