JAKARTA – Presiden terpilih Prabowo Subianto bakal menjalan program mandatori energi terbarukan berbasis sawit sebagaimana yang ditempuh Presiden Joko Widodo. Bahkan, dalam berbagai kesempatan, Prabowo bakal mengoptimalkan penggunaan energi terbarukan guna menghemat devisa negara.
Namun seperti apa kesiapan industri dalam negeri untuk mendukung obsesi tersebut? Sekretaris Jenderal (Sekjen) Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) Ernest Gunawan mengatakan industri belum siap dengan keinginan Prabowo tersebut.
Menurut Ernest jika kandungan sawit terlalu tinggi untuk energi, maka Indonesia belum tentu bisa memenuhinya. “Kebutuhan 38 juta solar industri dan non industri, dikali 40% (B40) aja jadi 15,2 juta KL. Dengan kapasitas terpasang 18,6 juta KL bisa, tapi kalau B50 nggak akan bisa, gak cukup, itu pun mepet anggota kami 78% secara kemampuan produksi ya 80% lah itu agak berat, ya bisa, cuma berat,” ungkap Ernest di Kantor Ombudsman RI Jakarta, Senin (27/5/2024).
Seakan tak puas dengan B40, bukan tidak mungkin pemerintah bakal menaikkan kandungannya menjadi B50. Namun produsen menyatakan bahwa hal itu sulit untuk terjadi. “B50 nggak (mungkin), kalau B40 mungkin. B50 19 juta nggak mungkin. Kapasitas kita saja 18,6 juta KL. B40 saja mungkin nggak ekspor, kecuali anggota menambah utilitas,” imbuhnya.
Ia mencontohkan proses adaptasi dengan penerapan B30 di 2020 lalu, di mana produsen kesulitan mengekspor karena harus fokus pada pasar domestik. Namun, produsen tetap menghormati kebijakan dari pemerintah.
“Sudah uji coba di B40 sektor non otomotif, khususnya kereta api alat berat, alsintan, kapal dan lain-lain, sedangkan otomotif selesai 2023 hasilnya cukup oke, tinggal nunggu non otomotif,” katanya.
Adapun produsen diminta mempertahankan atau menaikkan kualitas biodiesel. Untuk B35 sudah keluar Kepditjen dari Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (Ditjen EBTKE) untuk meningkatkan kualitas B35.
“Soal kualitas, banyak yang tidak tahu kenaikan B15, B20, B30, B35. Aprobi beserta anggota melakukan improvement untuk spesifikasi, khususnya water content dan stabilitas oksidasi. Itu memang nggak semata-mata langsung ditetapkan, tapi kita ada pembahasan dengan semua stakeholder. Intinya win-win solution seberapa mampu kita menaikkan kualitas tersebut,” kata Ernest.
Sebelumnya Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan, pemerintah akan melakukan uji terap program biodiesel 40% atau bahan bakar nabati dari sawit (B40) untuk sektor non-industri tahun ini.
Direktur Bioenergi Ditjen EBTKE Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Edi Wibowo mengatakan pihaknya akan melakukan uji terap pada sektor non-otomotif seperti pada kereta, kapal laut, hingga alat berat industri. Uji terap itu setidaknya akan dilakukan pada tahun ini.
“Tahun ini kita rencana uji terap (B40) untuk non otomotif. Contohnya untuk KAI, maritim, dan juga alat berat industri. Kita lagi akan lakukan oleh tim dari LEMIGAS, dan juga nanti dilibatkan stakeholder terkait. Jadi uji terap itu dicek alat-alat tadi itu ada masalah atau nggak,” ungkapnya. (ANG)