JAKARTA – Seminar dan pameran “2nd Technology and Talent Palm Oil Mill Indonesian (2nd TPOMI S2024)” yang berlangsung pada 18-19 Juli di Bandung telah berakhir dengan sukses. Acara ini bertujuan untuk memperbarui teknologi Pabrik Kelapa Sawit (PKS) dan dihadiri oleh 478 praktisi pabrik sawit dari seluruh Indonesia. Sebanyak 35 perusahaan berpartisipasi dalam pameran, yang dikunjungi oleh sekitar 200 orang.
Acara ini didukung Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) dan diselenggarakan Media Perkebunan serta Praktisi Profesional Perkebunan Indonesia (P3PI).
Dalam pembukaan, Direktur Industri Hasil Laut dan Perkebunan, Ditjen Industri Agro, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Setiadi Diarta, mewakili Dirjen Industri Agro, Putu Juli Ardika, mengapresiasi acara bertema “Updating Technology and Talent on Palm Oil Mill Indonesia”. Ia menekankan pentingnya teknologi tinggi dan adaptif untuk mendukung keberlanjutan industri kelapa sawit nasional.
Baca Juga: Pemerintah Akan Ubah BPDPKS Jadi BPDP
Menurut Setiadi, kelapa sawit adalah komoditas yang siap mendukung pencapaian Net Zero Emission (NZE) sektor industri tahun 2050.
Kemenperin sedang menyusun Peta Jalan Sawit Indonesia Emas 2045 untuk mencapai industri kelapa sawit yang berkelanjutan dan berdaya saing global. Industri ini bernilai lebih dari Rp750 triliun per tahun, setara dengan 3,5% Produk Domestik Bruto (PDB) Nasional tahun 2023.
Posma Sinurat, Ketua Panitia dan Ketua Bidang PKS P3PI, menyatakan bahwa acara ini memperkenalkan inovasi terbaru dalam teknologi dan sumber daya manusia di industri kelapa sawit.
Baca Juga: Gibran Kagumi Rompi Antipeluru Sawit yang Dipamerkan BPDPKS
Ketua Forum Pengembangan Perkebunan Strategis Berkelanjutan (FP2SB) Achmad Mangga Barani menambahkan bahwa teknologi dan digitalisasi seperti Artificial Intelligence (AI) sangat penting untuk efisiensi produksi pabrik kelapa sawit.
Ketua Ikatan Ahli Bioenergi Indonesia (IKABI) Tatang Hernas Soerawidjaja mengkritik penggunaan teknologi produksi CPO yang sudah berumur lebih dari 100 tahun dan menyerukan pengembangan teknologi yang lebih hemat air dan energi.
Plt Ketua DMSI Sahat Sinaga juga menyarankan perubahan teknologi pengolahan TBS dari “wet-process” ke “dry-process” untuk menurunkan emisi gas rumah kaca.
Direktur Bioenergi, Ditjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi, Kementerian Sumber Daya Mineral dan Energi (ESDM) Edi Wibowo menyatakan bahwa penggunaan biodiesel dapat mengurangi ketergantungan impor BBM, meningkatkan kesejahteraan petani, mendukung komitmen pemerintah untuk menurunkan emisi gas rumah kaca, dan memperbaiki neraca perdagangan. (SDR)