JAKARTA – Indonesia bisa menghemat impor bahan bakar minyak (BBM) sekitar Rp161,25 triliun pada tahun ini seiring diberlakukannya program mandatori dari pemerintah untuk pencampuran Bahan Bakar Nabati (BBN) jenis biodiesel sebesar 35% atau B35 mulai Februari 2023.
Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan, program biodiesel 35% atau B35 ini telah nyata bisa menekan impor BBM. Bahkan, jumlah devisa yang dihemat negara pada tahun ini diperkirakan bisa lebih besar dibandingkan tahun lalu.
Pasalnya, tahun lalu program pencampuran biodiesel masih sebesar 30% dan mulai Februari 2023 ini ditingkatkan menjadi 35%. Nicke menyebut, pada 2022 lalu negara berhasil menghemat devisa hingga Rp122,65 triliun dari program B30.
Tak hanya menghemat devisa, program pencampuran biodiesel ini, menurutnya, juga berhasil menekan emisi karbon hingga 28 juta ton pada 2022 lalu. “Sudah kami lakukan dengan mandatory B35 ini menghasilkan baik itu penghematan devisa di tahun 2022 itu mencapai Rp122 triliun, di tahun ini (2023) diproyeksi ini menurunkan impor BBM Rp161,25 triliun. Dari sisi penurunan karbon emisi di 2022 ini bisa menurunkan 28 juta ton CO2,” paparnya saat Rapat Panja dengan Komisi VI DPR RI, Senin (02/10/2023).
Seperti diketahui, program pencampuran biodiesel pada minyak solar telah diterapkan Indonesia sejak 2008 dengan persentase campuran biodiesel masih berada pada level 2,5%. Namun, secara bertahap kadar pencampuran BBN ini semakin meningkat menjadi 7,5% pada 2010, 10% pada 2011, 15% pada 2015, 20% pada 2016, lalu 30% pada 2019, dan 35% mulai Februari 2023.
Nicke optimistis, secara teknologi, penerapan biodiesel ini bisa ditingkatkan menjadi 100%. “Secara teknologi, bisa sampai B100 (biodiesel 100%),” ucapnya.
Dia menjelaskan, besarnya produksi minyak kelapa sawit (CPO) di Indonesia merupakan salah satu potensi pengembangan biodiesel di Tanah Air. Dia menyebut, Indonesia merupakan produsen CPO terbesar di dunia dengan produksi hingga 49,7 juta ton pada 2021 atau setara 67% dari total produksi CPO dunia.
Selain itu, lanjutnya, Indonesia juga merupakan produsen biodiesel terbesar di dunia dengan total produksi mencapai 137.000 barel per hari.
Diketahui, pemerintah berupaya mengurangi ketergantungan impor BBM yang terus meningkat. Ketergantungan ini tidak hanya menguras cadangan devisa, tetapi juga rentan terhadap fluktuasi harga minyak dunia yang dapat menyebabkan ketidakstabilan ekonomi.
Untuk meningkatkan ketahanan dan swasembada energi, pemerintah meluncurkan program bahan bakar campuran solar dan bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa sawit, yaitu fatty acid methyl esters (FAME). Per 1 Agustus 2023, pemerintah memberlakukan kandungan bahan bakar nabati mencapai 35% yang disebut B35 di seluruh Indonesia. Kadar minyak sawit 35%, sementara 65% lainnya merupakan BBM jenis solar.
Sebelumnya, Kepala Divisi Distribusi Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) Fajar Wahyudi mengatakan penggunaan B35 sudah dilakukan sejak 1 Februari 2023. “Tapi, penggunaannya belum serentak karena masih ada badan usaha terminal menawarkan B30. Per 1 Agustus 2023 semua sudah B35,” ujarnya.
BPDPKS, kata Fajar, menyiapkan anggaran Rp30-35 triliun untuk membayar insentif selisih harga indeks pasar (HIP) antara biodiesel dan solar. Dengan kata lain, apabila harga biodiesel lebih tinggi dari harga solar, maka selisihnya akan ditanggung oleh BPDPKS sesuai Peraturan Presiden Nomor 66 Tahun 2018.
Dia menjelaskan, hingga 2022 BPDPKS telah mengucurkan dana untuk menutup selisih HIP yang rendah sebesar Rp34,5 triliun kepada 23 badan usaha. Adapun volume biodiesel yang dibayar pada tahun lalu sekitar tujuh juta kiloliter dari penyaluran sebanyak 10,36 juta kiloliter.
Wakil Ketua Komisi VII DPR Eddy Soeparno mengatakan DPR mendukung upaya pemerintah memperbaiki kualitas lingkungan. Namun, dia meminta mekanisme agar subsidi lebih tepat sasaran. “Kami mendukung B30 naik menjadi B35 dan seterusnya, tentu dalam rangka peningkatan bauran energi akan lebih bersih dan ramah lingkungan,” ujarnya.
Namun, Eddy menyarankan, pemerintah seharusnya juga meningkatkan penggunaan bauran energi. Selain itu mekanisme subsidi energi harus segera diperbaiki agar tepat sasaran.
Direktur Bioenergi Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi, Kementerian ESDM Edi Wibowo mengatakan, implementasi program B35 sudah dimulai sejak 1 Februari 2023 berjalan baik.
Edi menjelaskan, setiap peningkatan persentase pencampuran dilakukan peningkatan kualitas atau spesifikasi biodiesel untuk melindungi kepentingan pengguna atau konsumen. Penggunaan biosolar berjalan baik sejak 2018. “Terbukti tidak ada komplain resmi yang disampaikan kepada pemerintah atas penggunaan biodiesel,” kata dia. (SDR)