BANJARMASIN – PT Jhonlin Agro Raya (JAR) Tbk, perusahaan agroindustri kelapa sawit yang beroperasi di Batulicin, Kabupaten Tanam Bumbu, Kalimantan Selatan (Kalsel) mulai mengolah kelapa sawit menjadi bahan bakar nabati jenis biodiesel dengan kandungan 50% atau B50.
Program hilirisasi sawit ini diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan petani serta mampu mendongkrak perekonomian daerah. Perusahaan menggelar soft launching atau acara prapeluncuran B50 untuk ketahanan energi nasional di pabrik biodiesel PT Jhonlin Agro Raya Tbk di Batulicin, Kabupaten Tanah Bumbu, Kalsel, Minggu (18/8/2024). Acara ini dihadiri Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman.
Bahan bakar biodiesel B50 diproduksi PT JAR dan diuji coba langsung ke kendaraan oleh Amran Sulaiman. Di sela acara tersebut, Amran dalam sambutannya mengatakan, biodiesel B50 merupakan bahan bakar alternatif yang kelak akan menggantikan bahan bakar fosil yang semakin terbatas.
Baca Juga: JARR Fokus di Biodiesel, ke Depan Siap Memproduksi Minyak Goreng
Selain menjadi energi terbarukan, biodiesel B50 juga disebut sebagai bahan bakar ramah lingkungan. “Selain itu, biodiesel B50 dapat menghemat devisa negara untuk impor solar yang membebani keuangan negara rata-rata hingga Rp300-Rp400 triliun per tahun,” ujar Amran.
Di sisi lain, kata Amran, pemanfaatan minyak sawit untuk B50 juga sebagai upaya untuk mengurangi ketergantungan terhadap pasar ekspor sawit yang kerap mendapat kampanye negatif yang berdampak pada terganggunya ekspor sawit nasional.
“Untuk itu, saat ini kami ditugaskan mengawal kesiapan pemerintah untuk program implementasi Biodiesel B50 tersebut, tidak hanya dari sisi suplai pada kesiapan bahan baku Crude Palm Oil (CPO) tetapi lebih luas lagi,” terang Amran.
Amran melanjutkan, dengan potensi pemanfaatan biodiesel B50, selain untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri, Indonesia juga bisa menjadi negara pengekspor. Dengan demikian, melalui Biodiesel B50, target pemerintah untuk menjadikan Indonesia menuju mandiri energi bisa terealisasi.
Baca Juga: Dongkrak Produksi Biodiesel, Emiten Sawit Haji Isam Merger
“Launching ini kita maknai bahwa Indonesia itu mampu dan bisa semakin kuat sebagai negara yang memiliki ketahanan, kemandirian dan kedaulatan energi, terutama yang bersumber dari energi terbarukan. Kita harus menjaga ketersediaan energi dan akses masyarakat terhadap energi terbarukan dengan harga yang terjangkau, serta tetap memperhatikan kelestarian lingkungan hidup,” kata Amran.
PT JAR merupakan anak perusahaan dari PT Eshan Agro Sentosa (EAS) yang bergerak di bidang perkebunan. Direktur PT EAS, Bambang Aria Wisena, mengatakan PT JAR belum menargetkan jumlah produksi Biodiesel B50.
Menurutnya, pihaknya lebih dulu fokus untuk menambah bahan baku dengan target produksi dan perluasan lahan sawit. Jika bahan baku selalu tersedia, PT JAR tak lagi berbicara target lokal, melainkan memenuhi kebutuhan Biodiesel B50 secara nasional.
Baca Juga: JARR Diguyur Kredit Rp500 Miliar oleh Bank Mandiri
“Targetnya ini bicara bukan lagi lokal tapi nasional. Jadi kita harus sama-sama berusaha untuk meningkatkan produksi CPO dulu. Kalau kita mau meningkatkan produksi CPO, artinya lahan-lahan yang sudah ada harus ditingkatkan produktivitasnya,” terang Bambang.
Bambang menambahkan, saat ini pihaknya bersama kementerian terkait tengah memperhitungkan aspek-aspek teknis dan regulasi untuk memastikan kualitas produksi Biodiesel B50 oleh PT JAR.
“Kita masih tunggu kepastian dari kementerian dan semua tim masih berhitung karena banyak aspek yang harus diperhitungkan, pabriknya harus kita siapkan, teknisnya, standarnya dan segala macam,” ujar Bambang.
Ketahanan Energi Nasional
Sementara itu, dalam kesempatan yang sama Ketua Working Group B50 Andi Nur Alamsyah menyatakan, pemerintah berkomitmen memproduksi energi terbarukan sehingga mempermudah masyarakat untuk mendapatkan energi Biodisel B50 dengan harga terjangkau dan mengedepankan lingkungan hidup.
Alam mengatakan ketahanan energi merupakan salah satu faktor penting ketahanan nasional termasuk melalui B50 dapat mengurangi emisi karbon dan menekan defisit neraca perdagangan serta meningkatkan kesejahteraan petani.
Menurut Alam, tantangan pengembangan Biodisel B50 ke depan terkait pemenuhan bahan baku dari CPO dan upaya khusus meningkatkan kapasitas terpasang pabrik pada sisi hilir termasuk meningkatkan efisiensi produksi pabrik hingga 90%.
Selain itu, Alam menyebutkan perlu inovasi dan teknologi untuk menyesuaikan spesifikasi B50, penyesuaian insentif biodisel dan introduksi teknologi baru, strategi komunikasi, serta memperkuat aspek legalitas. “Kami juga sedang melakukan penyesuaian infrastruktur dan sarana prasarananya untuk program B50 ke depan,” ungkap Alam.
Oleh karena itu, Alam menegaskan semangat kolaborasi dari semua pemangku kepentingan menjadi kunci pengembangan implementasi B50 yang melibatkan kementerian/lembaga teknis di pusat maupun daerah. “Makna yang penting untuk ditekankan terutama mendorong pendekatan kebersamaan multi stakeholder juga kalangan perusahaan dan industri biodisel,” ucap Alam.
Alam menambahkan perlu pendekatan kemitraan di dunia usaha dengan asas saling menguntungkan dan bersama-sama meraih visi misi pembangunan perkebunan yang berkelanjutan terutama untuk ketahanan energi nasional. (SDR)