JAKARTA – PT Jhonlin Agro Raya Tbk (JARR), perusahaan kelapa sawit terintegrasi milik Andi Syamsuddin Arsyad alias Haji Isam terus fokus melakukan hilirisasi dengan memproduksi bahan bakar nabati berupa Fatty Acid Methyl Ester (FAME) atau biodiesel. Namun ke depan, JARR bakal mencari peruntungan di industri minyak goreng.
“Untuk saat ini, fokus JARR bidang pengolahan minyak kelapa sawit yang menghasilkan FAME, yaitu olahan minyak sawit untuk bahan biodiesel,” ujar Corporate Secretary JARR Irena Cyntia seperti dikutip Kontan, Jumat (22/12/2023).
Dengan fokus di bidang pengolahan FAME, pangsa pasar JARR untuk biodiesel adalah PT Pertamina Patra Niaga, PT Exxon Mobil Lubricant Indonesia, PT AKRA Korporindo Tbk. “Pangsa pasar JARR yang utama adalah memenuhi kebutuhan pemerintah, yaitu B100 ke PT Pertamina Patra Niaga,” tuturnya.
Rencana bisnis jangka panjang JARR adalah mengembangkan produk minyak goreng yang targetnya nantinya memperluas pemasaran. Namun, proses ini masih dalam tahap pengembangan dan saat ini JARR masih kuat dalam produksi FAME.
“Untuk inovasi dan ekspansi, JARR masih dalam tahap pengembangan pemasaran produk minyak goreng,” ujarnya.
Irene memaparkan, target penjualan di tahun 2024 sekitar 318.000 kilo liter (KL) untuk produk FAME. Namun, JARR belum menyampaikan target pertumbuhan pendapatan dan laba Perseroan di 2024.
JARR juga menganggarkan dana belanja modal alias capital expenditure (capex) sekitar Rp100 miliar di 2024. Capex di 2024 murni untuk mengelola kebun dan produksi minyak kelapa sawit alias crude palm oil (CPO) untuk menjadi biodiesel.
Jika dirinci, sekitar Rp43 miliar untuk mengelola kebun dan sekitar Rp50 miliar untuk produksi biodiesel. Sementara, capex untuk investasi atau proyek baru di 2024 itu tidak ada.
Anggaran capex 2024 ini turun dari capex 2023 yang sebesar Rp350 miliar–Rp400 miliar. Besarnya anggaran capex di 2023 itu diakibatkan banyak aksi korporasi dan penambahan aset yang dilakukan oleh Perseroan di sepanjang tahun ini.
Dengan sejumlah rencana Perseroan di 2024 dan besarnya potensi pasar biodiesel dalam negeri, JARR optimistis kinerja mereka akan makin baik ke depannya.
“Perkembangan bisnis JARR setelah melantai di bursa sangat baik, ditambah dengan adanya merger dengan PT Jhonlin Agro Lestari beberapa waktu yang lalu. Kami optimistis laba yang didapat ke depannya bisa makin meningkat,” paparnya.
Diketahui, JARR didirikan pada 2014, tetapi baru berusaha dalam bidang perkebunan kelapa sawit yang menghasilkan Tandan Buah Segar (TBS) mulai 2019. Bisnis Perseroan berfokus dalam bidang pertanian, industri, perdagangan, pergudangan dan penyimpanan, serta pengangkutan.
Pada 2019, JARR memulai pembangunan pabrik refinery dan pabrik biodiesel sebagai proses penyulingan/pemurnian bahan baku minyak kelapa sawit. Bahan baku ini kemudian diolah menjadi biodiesel pada pabrik biodiesel dengan kapasitas 1.500 TPD (ton per hari) atau 450.000 ton per tahun. Kedua Pabrik ini dibangun dan selesai dalam waktu yang bersamaan serta berada pada lokasi yang sama.
Pada 2021, JARR menyelesaikan pembangunan pabrik refinery dan pabrik biodiesel. Di tahun yang sama, JARR melakukan pembangunan pabrik minyak goreng dengan kapasitas 250 TPD.
Pada 4 Agustus 2022, JARR pun memutuskan untuk melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI). Di 2022 pula JARR membangun pabrik kelapa sawit (PKS) berkapasitas 60 TPD. Pembangunan PKS ini menggunakan 21% dana hasil initial public offering (IPO).
Sebagai gambaran, JARR melakukan IPO dengan harga penawaran Rp300 per saham. JARR meraih dana sebanyak Rp366,8 miliar dengan melepas 1,22 miliar lebih saham yang merupakan 15,29% dari modal disetor dan ditempatkan kepada masyarakat setelah IPO.
Irene mengatakan, JARR memutuskan untuk bergabung ke BEI karena ingin melakukan pengembangan bisnis baru. “Dengan melantainya JARR di BEI, perseroan pun berharap bisa mendapat corporate image yang semakin baik dan terjaganya tata kelola perusahaan,” katanya.
Pada 2023, JARR melakukan penggabungan usaha alias merger dengan perusahaan terafiliasi yakni PT Jhonlin Agro Lestari (JAL). Penggabungan itu membuat aset JARR bertambah. Selain itu, birokrasi akan lebih pendek, sehingga biaya lebih terkendali dan murah.
Produktivitas juga lebih meningkat, karena tanaman JAL lebih banyak yang menghasilkan. Sebab, umur tanaman milik JAL sudah lebih tua.
Lahan hak guna usaha (HGU) milik JARR seluas 17.000 hektare (ha) dan HGU JAL 10.000 ha. Seusai merger, HGU JARR menjadi 27.000 ha. Rencana tanam di HGU tersebut seluas sekitar 22.000 ha.
“Sementara, tanaman yang menghasilkan dari 4.000 tanaman milik JARR menjadi sekitar 13.000 tanaman di 2024. Tanaman JAL tahun tanam 2015-2017, sementara di JAR 2018-2020. Kebetulan kebunnya satu hamparan,” ungkapnya. (SDR)